Memberi Tepat, Menambah Banyak

Puja Bakti Umum
Vihara Sasana Subhasita
Minggu, 12 Oktober 2025
Dhammadesanā: Romo Khemavaḍḍhana Toni Yoyo
Tema Dhamma: Memberi Tepat, Menambah Banyak
Penulis & Editor: Lij Lij
Waktu baca: 8 Menit
Namo tassa bhagavato arahato sammāsambuddhassa (3x)
Persujudan kepada Beliau, Yang Beberkah, Yang Mahasuci, Yang Telah Mencapai Penerangan Sempurna oleh Diri Sendiri (3x)
Kālena dhammassavanaṁ Etammaṅgalamuttamaṁti.
Mendengarkan Dhamma pada saat yang sesuai, Itulah Berkah Utama.
Sehari-hari kalau kita mendengar kata ‘memberi’ atau kita melakukan memberi umumnya artinya ‘mengurangi’ karena memberi itu berarti kita mengeluarkan apa-apa yang kita punya lalu diberikan – dilepas, hasilnya yang ada di dalam kita itu berkurang. Tetapi secara Agama Buddha; dalam Ajaran Buddha kalau memberi kita lakukan sebenarnya itu bukan mengurangi, tetapi menambah. Kalau kita melakukan pemberian secara tepat sesuai Ajaran Buddha maka memberi itu bukan sekedar menambah tetapi justru menambah dalam jumlah yang banyak kepada kita yang melakukan pemberian. Biasanya memberi digambarkan dengan tangan di atas dan tangan di bawah; tetapi jaman berubah; cara memberi dewasa ini dilakukan dengan transfer maupun scan qris; tidak lagi dengan ‘tangan di atas - tangan di bawah’.
Ada kalimat bijaksana berbunyi ‘MEMBERI itu BUKAN kehilangan, tetapi memberi adalah AWAL PENERIMAAN’. Menerima itu bukan kemujuran, melainkan akhir dari pemberian.’ Makna kalimat ini adalah jangan kuatir untuk memberi karena memberi itu sesungguhnya bukanlah kehilangan melainkan awal dari penerimaan; sesuai dengan Hukum Kamma dimana kita melakukan dulu baru dikemudian waktu kita akan menerima buah / akibatnya. Memberi adalah satu awal dimana pada waktunya kita akan menerima. Oleh karena itu sebagai umat Buddha jangan pernah khawatir akan kehilangan atau kekurangan atas apa yang diberikan.
Seperti kisah Todeyya seorang kaya raya di jaman Sang Buddha. Walaupun super kaya, Todeyya ini sangat kikir tidak pernah memberi tidak pernah mau menolong orang lain tidak mengenal Hukum Kamma dan sangat terikat dengan harta kekayaannya. Selalu ingin mendapatkan lebih banyak dan selalu mengkhawatirkan akan kehilangan apa yang sudah didapatnya. Itulah Todeyya kaya yang kikir sewaktu hidup sebagai manusia. Ketika Todeyya meninggal, dia terlahir kembali menjadi anjing di bekas rumahnya sendiri. Anjing Todeyya ini sering kali makan, minum, tidur, main di satu titik tertentu di bekas rumahnya tersebut. Ternyata karena keterikatan Todeyya dengan harta yang besar yang dipendamnya di dalam tanah di bawah area tempatnya sering berada. Itu karena keterikatan. Meskipun telah menjadi seekor anjing, keterikatan itu masih tetap ada yang membuatnya sering berada di atas tanah dimana hartanya dipendam ketika dia hidup sebagai manusia.
Pelajaran yang dapat kita petik adalah bahwa keterikatan, keserakahan dapat mendorong kita kepada kehidupan-kehidupan selanjutnya yang kurang baik. Bahkan dikatakan jika kita tidak punya kebijaksanaan, pengetahuan tentang Hukum Kamma, tentang kebaikan diistilahkan ‘dungu’; dungu dalam pengertian Agama Buddha bukanlah seseorang yang bodoh secara kemampuan otak; tetapi orang yang dungu adalah orang yang tidak memiliki kebijaksanaan, tidak memiliki pengertian terhadap hal-hal yang baik. Karena itulah Todeyya terlahir sebagai anjing di bekas rumahnya sendiri.
Pelajaran pertama; hati-hatilah dengan keserakahan, dengan keterikatan, dengan kedunguan.
Pelajaran kedua;
Sangat mungkin kita bertemu dengan binatang-binatang; apakah itu cicak, kecoa, tikus, ular dll yang masuk ke rumah kita. Mengapa ‘dia’ sampai di rumah kita? Mengapa dia tidak ke rumah tetangga atau ke tempat lain? Sangat mungkin binatang tersebut memiliki hubungan kamma dengan kita. Maka jangan heran, Buddha mengajarkan agar kita tidak menyakiti Binatang, tidak membunuh binatang. Binatang-binatang tersebut juga menginginkan kebahagiaan apalagi yang tinggal di dekat kita sangatlah mungkin memiliki hubungan kamma dengan kita. Apakah mungkin orangtua kita yang sudah meninggal meskipun kita tidak menginginkan itu; kita tidak tau; apakah mungkin kakek-nenek kita atau leluhur kita yang telah meninggal terlahir kembali dalam perjalanannya disekitar kita di rumah kita. Kita tidak ingin beliau-beliau terlahir di alam binatang tetapi kita tidak bisa meng-garansi-nya; karena itu janganlah disakiti, termasuk yang menjijikan seperti kecoa sekalipun. Jangan disakiti jangan dibunuh karena kita tidak pernah tau siapa makhluk menjijikan itu sebelumnya.
Napoleon Hill dikenal sebagai bapak kekayaan mengatakan ‘jika kita MERASA BELUM CUKUP dengan apa-apa yang sudah kita jalani dan terima sampai saat ini, sangat mungkin kita BELUM CUKUP MEMBERI & BERBUAT UNTUK ORANG LAIN’. Apa yang dikatakan Napoleon Hill adalah sangat mungkin kita sebagai manusia menginginkan yang lebih baik, lebih tinggi, lebih hebat, lebih bahagia, lebih pintar, lebih kaya dan banyak hal-hal baik lainnya yang kita inginkan (tentunya demikian sebagai manusia normal) tetapi Napoleon Hill mengingatkan bahwa boleh-boleh saja menginginkan yang lebih; kalau kita merasa belum cukup atas apa yang sudah kita miliki yang sudah kita jalani – sangat mungkin kita harus memberi dan berbuat lebih banyak lagi untuk dapat menerima hal-hal baik yang lebih seperti yang kita inginkan.
Adalah Hukum Kamma; boleh saja kita menginginkan lebih tetapi jangan lupa untuk menanam terlebih dahulu – melakukan Kebajikan terlebih dahulu.
Ada 3 jenis Dāna (kemurahan hati / memberi) dalam Ajaran Buddha yaitu:
1. Amisa Dāna – Pemberian yang berbentuk Materi
Hal-hal yang sifatnya fisik baik berupa materi maupun tenaga masuk dalam kategori amisa dāna. Amisa Dāna ini adalah dāna dasar karena lebih mudah untuk dilakukan. Tetapi jangan kemudian kita berpikir ‘karena ini dāna dasar lalu kita mencari dāna yang lebih tinggi tingkatnya’. Ingatlah dāna yang mendasar ini perlu kita lakukan agar lebih mudah membiasakan diri untuk berdāna; ketika kita sudah terbiasa untuk melakukan dāna dasar ini maka dāna- dāna yang lebih tinggi pun akan dengan mudah kita lakukan karena sudah terbiasa untuk melakukan dāna. Sebagai ilustrasi; jika kita mendānakan 1 bungkus nasi kepada seseorang yang lapar kira-kira nasi tersebut akan berdampak sekitar 2-4 jam; oleh karena itu dāna dasar ini berdampak lebih pendek makanya pemberian semacam ini dikategorikan sebagai dāna dasar. Beberapa contoh pemberian yang sederhana dalam kehidupan kita sehari-hari diantaranya: memberi kursi tempat duduk di bus kepada orang lain yang lebih membutuhkan, membantu membawakan belanjaan seorang ibu yang sedang kerepotan mengendong bayinya, memberikan sebungkus nasi kepada tuna wisma, merelakan tempat parkir untuk orang lain, membantu menghibur hati orang yang sedang kesusahan, dll. Banyak sekali kesempatan sehari-hari bagi kita untuk melakukan dāna seperti ini; banyak hal-hal kecil di lingkungan terdekat atau dimanapun; tinggal kembali kepada kita apakah kita mau mengambil kesempatan tersebut.
2. Abhaya Dāna – Dāna Kehidupan
Bentuk paling umum dari Abhaya Dāna adalah Fang Sheng. Fang Sheng berasal dari bahasa Mandarin, yang mana Fang berarti ‘melepas’ dan Sheng menunjuk pada ‘makhluk hidup’. Dengan demikian Fang Sheng memiliki pengertian yakni melepaskan makhluk hidup ke habitatnya masing-masing agar mereka kembali ke kehidupan alam yang bebas dan bahagia. umumnya dilakukan dengan melepaskan binatang. Binatang-binatang yang hidupnya akan berakhir (binatang-binatang yang dijual, dibeli untuk dibunuh) ; kita beli kemudian kita tempatkan kita lepaskan di lingkungan yang memungkinkan bagi binatang-binatang tersebut untuk dapat hidup lebih lama. Berdāna kehidupan akan berdampak pada 1 (satu) kehidupan. Abhaya Dāna dikatakan sebagai bentuk dāna yang lebih tinggi karena berdampak pada 1 (satu) kehidupan.
3. Dhamma Dāna – Dāna Kebenaran
Sabba Dānam Dhamma Dānam Jināti – dari segala bentuk pemberian (dāna) maka dāna kebenaran adalah dāna yang tertinggi tingkatnya. Dalam 1 kesempatan puja bakti sebetulnya kita memiliki minimal 2 kesempatan dāna : berdāna materi (berupa uang) dan berdāna Dhamma dalam bentuk membaca paritta-paritta suci, mengulang Ajaran Buddha. Jadi mulai saat ini, janganlah kita mengecilkan nilai dari puja bakti. Cobalah kita renungkan; ketika kita masuk ke Vihara kemudian ber-Namaskara menghormat kepada Buddha – ini adalah 1 perilaku yang baik. Kita juga ber-Anjali kepada sesama umat menjadi kebaikan ke-2. Kemudian mulai puja bakti membaca paritta – kebaikan ke-3. Bermeditasi – kebaikan yang ke-4. Menyanyikan lagu Buddhis – kebaikan yang ke-5. Kemudian mendengarkan Dhammadesana juga merupakan kebaikan. Ditutup dengan pattidāna. Ditambah dengan memimpin puja bakti, memimpin viharagita, mengorganisir kelancaran puja bakti, membantu merapihkan matras alas duduk - merapihkan buku paritta. Setidaknya ada 8-9 jenis perbuatan baik yang kita lakukan dalam satu rangkaian puja bakti. Masihkah kita berani menganggap bahwa melakukan puja bakti itu ‘kecil’ kamma baiknya??? Bayangkan jika kita tidak ke vihara; kita di rumah atau di tempat lain – hang out bertemu teman lain, melakukan hal-hal lain; belum tentu kita melakukan kebaikan sebanyak kebaikan yang kita lakukan di vihara selama 2-3 jam; sangat mungkin kita malah melakukan hal-hal buruk di luar sana. Setuju???
CARA MELAKUKAN DĀNA
Ada 3 cara berdāna, yaitu :
1. Melalui PIKIRAN
2. Melalui UCAPAN
3. Melalui perbuatan BADAN JASMANI
Banyak di antara kita yang berpikir bahwa berdāna itu hanya dilakukan melalui Badan Jasmani; memberi, mengeluarkan tenaga; tetapi ingatlah bahwa pikiran-pikiran baik yang dikembangkan, disalurkan, dikirimkan, dibagikan kepada orang lain adalah termasuk Dāna.
Pertanyaannya; memikirkan hal-hal yang baik, menyalurkan pikiran-pikiran yang baik, mudah atau sulit? TIDAK SULIT. Mahal kah? Ataukah dikenakan biaya / pajak? TIDAK. Berpikir baik itu tidak mahal bahkan tanpa biaya - bebas pajak; dan cepat untuk dilakukan.
Terkadang kita kebablasan berpikir; membandingkan merasa dibawah orang lain, merasa tidak sehebat orang lain, merasa tidak memiliki kualitas baik yang dimiliki orang lain yang lebih tinggi; sehingga merasa diri ini tidak akan bisa melakukan perbuatan-perbuatan baik seperti yang mereka lakukan. Janganlah kita berpikir demikian. Hendaknya kita melatih melakukan perbuatan baik melalui pikiran sesering mungkin karena tidak sulit, tidak mahal, dan singkat (tidak memerlukan waktu yang lama) tergantung seberapa sering kita berlatih; ini sudah termasuk kamma baik; tidak tergantung dengan harta benda / kekayaan kita. Jadi tidak ada alasan lagi bagi kita untuk merasa inferior (rendah diri).
Terdapat 8 kriteria berdāna yang bernilai tinggi tingkatnya yang dilakukan dengan bijaksana:
1. Barang bersih / suci
Berdāna memberi barang-barang yang bersih yang suci artinya yang kita dapat – yang kita peroleh melalui cara-cara yang baik dan benar. Sering muncul pertanyaan bagaimana kalau barang yang didānakan adalah hasil kejahatan? Bagaimana kammanya? Tentunya itu adalah 2 hal yang berbeda; mendapatkan dengan cara yang salah adalah kamma buruk; berdāna adalah kamma baik (namun buahnya tentu tidak akan semanis berdāna barang bersih). Semakin bersih apa yang kita dānakan berasal dari upaya-upaya yang baik dan benar maka dāna kita tersebut akan memenuhi 1 dari 8 kriteria nilai dāna tertinggi.
2. Barang terbaik / berharga
Semakin berharga yang kita dānakan maka semakin tinggi nilai dāna tersebut. Semakin kurang berharganya yang didānakan, bukan yang terbaik yang kita punya; maka nilai dāna kita berkurang. Mengapa dāna barang terbaik / berharga menjadi tinggi tingkatnya? Karena semakin sulit untuk dilakukan.
3. Tepat Waktu
Dāna akan makin tinggi tingkatnya jika diberikan tepat waktu; diberikan pada saat dibutuhkan.
4. Barang layak / bermanfaat
Semakin bermanfaat bagi penerima dāna maka semakin tinggi tingkat dāna yang diberikan. Sebagai ilustrasi; jika kita mendānakan uang 1 juta Rupiah kepada orang kaya raya; apakah bermanfaat? Bandingkan jika kita mendānakan uang tersebut ke vihara atau ke orang yang betul-betul membutuhkan. Meskipun nilai uangnya sama; tetapi manfaatnya akan sangat berbeda.
Ada anak yang berpikir tidak perlu memberikan ‘materi’ untuk orangtuanya karena mereka masih memiliki usaha – masih memiliki pegangan; tetapi bagi orangtua apakah ‘nilai besar-kecil materi’ itu yang menentukan? Orangtua yang baik tidak akan berpikir demikian, Berapapun nilai materi yang diberikan oleh anaknya (meskipun kecil sekalipun), tetaplah perasaan bahagia orangtua teramat besar atas perhatian dan cinta kasih yang ditunjukkan oleh anaknya. Di dalam Mangala Sutta dikatakan ‘menyokong ayah dan ibu adalah berkah utama’ artinya: pertama, kesempatan yang besar bagi seorang untuk menyokong / mendukung, mengingat orangtuanya; makanya disebut berkah utama bagi anak-anak. Kedua, kalau anak-anak melakukan / mengambil kesempatan yang baik ini maka kamma baik nya besar sekali. Seorang anak yang melakukan kesempatan yang besar disebut berkah utama pada waktunya akan menerima kembali perbuatan baik kepada orangtua dalam bentuk yang ‘besar-banyak’ sekali.
5. Ke orang / tempat tepat
Dalam Dhammapada 356-359 diceritakan perbedaan cahaya Deva Ankura tidak secemerlang Deva Indaka padahal dimasa lampau Deva Ankura berdāna lebih banyak daripada Deva Indaka; namun karena dāna Deva Ankura dilakukan pada periode Ajaran Buddha tidak dikenal dan diberikan kepada orang-orang biasa walaupun sering maka buahnya adalah menjadi Deva seperti demikian. Sedangkan Deva Indaka di waktu lampau walaupun hanya mendānakan sejumput makanan kepada seorang suci Anuruddha Thera dimasa Ajaran Buddha masih dikenal namun membuahkan kelahiran sebagai Deva dengan Cahaya yang begitu cemerlang. Oleh karena itu Buddha berkata kepada Deva Ankura:
‘O Deva, ketika memberikan dāna kamu seharusnya memilih kepada siapa kamu memberi, karena perbuatan dāna seperti halnya menanam bibit. Bibit yang ditanam di tanah yang subur akan tumbuh menjadi pohon atau tanaman yang kuat dan hebat, serta akan menghasilkan banyak buah. Tetapi kami telah menebarkan bibitmu di tanah yang tandus, sehingga kamu memperoleh sangat sedikit.’
Buddha mengatakan ada perbedaan antara penerima dāna, diumpamakan satu tanah yang tandus ditanam dengan bibit terbaikpun ketika tumbuh hasilnya tidak akan maksimal dibanding dengan tanah yang subur tentunya benih yang ditanamkan akan menumbuhkan hasil yang maksimal.
6. Harus kontinyu / rutin
Sesuatu yang dilakukan terus menerus – rutin akan menjadi kebiasaan. Sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan tentunya tidak perlu dipikirkan akan mudah dilakukan. Oleh karena itulah perbuatan baik harus selalu dilakukan berkesinambungan terus menerus sehingga kita akan semakin mudah untuk berbuat kebajikan dalam hal ini berdāna.
7. Dilakukan dengan pikiran tenang / rela
Berdāna hendaknya dilakan dengan pikiran yang tenang, rela, ikhlas.
8. Setelah dilakukan, batin senang
Setelah berdana batin kita merasa senang dan bahagia.
Kondisikan Batin dalam keadaan bahagia sebelum berdāna, bahagia pada saat berdāna, dan bahagia setelah berdāna. 3 moment ini sangat penting agar dāna kita superior.
Demikian yang dapat dituliskan kembali. Mohon maaf apabila ada kesalahan dalam pendengaran dan pemahaman. Semoga kita semua mendapatkan manfaat tertinggi dari pengulangan Dhamma ini.
Semoga jasa Kebajikan ini mengalir ke arah kehancuran noda-noda batin,
Semoga jasa Kebajikan ini menjadi kondisi untuk realisasi Nibbāna,
Saya mendedikasikan jasa Kebajikan ini kepada mendiang mama tercinta Ng Kim Suan
Saya membagikan jasa Kebajikan ini kepada semua makhluk,
Semoga mereka semua mendapatkan bagian Kebajikan yang sama dengan saya.
Sabbe sattā bhavantu sukhitattā.
Semoga semua makhluk berbahagia.
Sādhu, sādhu, sādhu. 🙏🏻🙏🏻🙏🏻
Related Postview all
Harapan Orangtua Merupakan Kewajiban Anak
Namo tassa bhagavato arahato sammāsambuddhassa (3x)Persujudan kepada Beliau, Yang Beberkah, Yang Mahasuci, Yang Telah Mencapai Penerangan Sempurna oleh Diri Sendiri (3x) Kālena ... [Selengkapnya]
Berkah Dari Melepas
PendahuluanHidup adalah rangkaian peristiwa datang dan pergi. Sama seperti tubuh memerlukan makanan dan minuman untuk bertahan hidup, batin kita juga menerima “asupan” dari apa ... [Selengkapnya]
Delapan Cara Buddha Ketika Menghadapi Masa Sulit
Namo tassa Bhagavato Arahato Sammāsambuddhassa (3x)Yathāpi rahado gambhīro vippasanno anāviloevaṃ dhammāni sutvāna vippasīdanti paṇḍitāSeperti air di laut yang dalam, jernih ... [Selengkapnya]
Pergi Takkan Kembali - Pembahasan Raṭṭhapāla Sutta
Namo tassa Bhagavato Arahato Sammāsambuddhassa (3x) Anekajātisaṁsāraṁ, sandhāvissaṁ anibbisaṁ. Gahakāraṁ gavesanto: dukkhā jāti punappunaṁ. Gahakāraka ... [Selengkapnya]
SIGĀLOVĀDA SUTTA
Namo tassa bhagavato arahato sammāsambuddhassa (3x) Mātāpitu upaṭṭhānaṁ Etammaṅgalamuttamaṁti.Membantu Ayah dan Ibu, Itulah Berkah Utama. Berbahagialah Anda yang masih ... [Selengkapnya]




