View All Artikel VSA

Sasana / Abhidhamma

MEMBUMBUI KEHIDUPAN

Source: Pariyatti Sāsana - DBS 12.01.2020
 
Secara awam apa yang kita sebut diri kita sebagai ‘saya’ makhluk hidup ini sebenarnya hanyalah Pañcakkhanda - 5 agregat yaitu 5 kelompok pembentuk kehidupan atau 5 kelompok kemelekatan; yang terdiri dari :
1. Rūpakkhanda - agregat tubuh jasmani
2. Vedanākkhanda - agregat perasaan
3. Saññākkhanda - agregat persepsi
4. Saṅkhārākkhanda - agregat formasi batin (kehendak/cetana)
5. Viññāṇakkhanda - agregat kesadaran
 
Secara singkat Rūpakkhanda dikategorikan sebagai RŪPA - fenomena tubuh jasmani.
Sedangkan 4 lainnya (Vedanākkhanda, Saññākkhanda, Saṅkhārākkhanda, Viññāṇakkhanda) dikategorikan sebagai NĀMA - fenomena mental.
 
Pañcakkhanda ini secara sederhana diumpamakan sebagai:
 
Tubuh (Rūpakkhanda) diibaratkan sebagai bejana / piring; yang menjadi tempat untuk makanan.
 
Makanan-nya adalah agregat yang kedua yaitu Perasaan (Vedanākkhanda).
 
Kemudian agregat yang ketiga yaitu Persepsi (Saññākkhanda) ibarat bumbu-nya.
Kita menyukai sesuatu karena ada ‘bumbu’ persepsi. Persepsi memberi bumbu yang nikmat sehingga kita menyukainya. Demikian juga ketika kita membenci / tidak menyukai sesuatu itu karena bumbu persepsi yang tidak enak.
 
Agregat selanjutnya adalah formasi-formasi batin (Saṅkhārākkhanda) / kehendak / karma ibarat tukang masak nya.
 
Dan agregat Kesadaran (Viññāṇakkhanda) sebagai orang yang makan / penikmat makanan.
 
Pañcakkhanda ini dalam 1 jentikan jari terdapat sekitar 1 trilyun fenomena mental yang muncul dan lenyap. Sedangkan fenomena tubuh jasmani lebih lambat 17 kali dari fenomena mental.
 
Dengan demikian sebenarnya kita baik secara jasmani dan batin telah ‘mati’ ber-trilyun-trilyun kali tanpa kita sadari. Kita adalah ‘manusia baru’ dari saat ke saat.
 
Dari perumpamaan sederhana yang disampaikan bahwa tubuh jasmani adalah piring, perasaan adalah makanan, persepsi adalah bumbu, kehendak adalah tukang masak, dan kesadaran adalah penikmat makanan; pertanyaannya adalah:
 
Apakah rasa makanan yang kita makan tergantung pada bumbu? Dalam arti jika kita pandai ‘mem-bumbu-i’ masakan maka sebagai penikmat akan merasa enak. Dengan demikian apakah berarti kita harus pintar dalam membuat bumbu; ataukah meningkatkan kualitas penikmat (kesadaran) sehingga dapat menerima makanan walaupun bumbunya tidak enak?
 
Jadi apa yang harus kita lakukan? Apakah memperbaiki ‘Persepsi’? YA.
 
Sebagai seorang puthujjana (umat awam), dalam kehidupan sehari-hari masih mempunyai Saññāvipalasa - persepsi yang terdistorsi yaitu persepsi yang ‘upside-down’ / persepsi yang terbalik / persepsi yang sesat.
Persepsi yang sesat ini adalah persepsi yang menganggap bahwa segala sesuatu itu kekal, membahagiakan, ada ‘aku/diri/roh’ dan indah; padahal sesungguhnya batin dan jasmani ini adalah anicca (tidak kekal) - dukkha (penderitaan) - anatta (bukan diri) - asubha (tidak indah / menjijikkan).
 
Inilah mengapa seorang puthujjana sering kali menganggap sesuatu yang tidak kekal sebagai kekal, misalnya: kemarahan dapat bertahan lama dalam diri seseorang. Minggu lalu misalnya kita marah pada seseorang, dan kemarahan itu belum terselesaikan sampai hari ini; ketika kita bertemu dengan orang tersebut hari ini maka kemarahan itu masih muncul lagi; mengapa? Karena persepsi kita ter-jungkir-balik yang menganggap bahwa orang itu seminggu yang lalu dengan orang yang saat ini adalah orang yang sama, orang yang kekal, orang yang sampai dunia kiamat selalu menjengkelkan -> menganggap kekal (nicca).
Inilah yang terjadi pada puthujjana.
 
Distorsi / jungkir-balik yang kedua adalah menganggap yang harusnya dukkha dianggap sebagai bahagia; dan yang seharusnya bahagia dianggap dukkha. Contohnya: banyak orang yang tidak suka retreat karena dianggap dukkha padahal retreat itu sukha - bahagia loh.
 
Jungkir-balik yang ketiga adalah menganggap ada diri / ada roh tetapi sesungguhnya tidak ada diri / tidak ada roh.
 
Oleh karena itu, karena puthujjana masih memiliki distorsi persepsi seperti ini maka dia harus ‘memoles’ persepsi-nya untuk menjadi semakin baik.
Cara memoles persepsi-nya agar menjadi positif, supaya tidak terlalu jungkir-balik adalah dengan teori-teori Dhamma yang ada di kitab suci (Tripitaka, kitab Komentar dan kitab Sub-komentar) agar hidup menjadi lebih damai, lebih ringan, lebih bahagia, lebih mudah meng-handle emosi-emosi karena pengetahuan-pengetahuan yang diajarkan dalam kitab-kitab ini memberikan persepsi dari perspektif yang baru; meskipun baru pengetahuan intelektual, belum pengetahuan yang muncul dari penembusan melalui meditasi. Pengetahuan-pengetahuan Dhamma tersebut setidaknya cukup untuk membuat persepsi negatif berubah menjadi positif.
Jadi seorang puthujjana memang perlu untuk memperbaiki persepsi nya, memperkuat persepsi nya yaitu bahwa segala sesuatu adalah anicca, dukkha, anatta, asubha.
 
Ketika pikiran kita bersih maka kita dapat menikmati kehidupan ini. Ketika kita memahami Dhamma, semakin hati kita bersih maka kita akan semakin damai dan bahagia; dan efeknya kita dapat memberikan yang terbaik bagi orang-orang di sekitar kita.
 
Tetapi ketika seseorang mencapai Magga-Phala (Jalan-Buah) dan Nibbana, sesuai dengan tingkat pencerahannya baik itu tingkat kesucian Sotapanna, Sakadagami, Anagami, dan Arahat; maka distorsi persepsi tadi terkikis sehingga tanpa harus diupayakan persepsi positif akan muncul secara alamiah dengan sendirinya.
Mereka sudah paham bahwa itu adalah anicca-dukkha-anatta-asubha sesuai dengan tingkat pencerahannya. Meskipun kilesa lainnya masih ada, namun dengan terkikisnya distorsi persepsi ini memberikan efek domino  untuk kelenyapan kilesa-kilesa lainnya.
 
Selamat mem-bumbu-i kehidupan Anda.
 
 
Buddhasāsanaṁ ciraṃ tiṭṭhatu
Semoga Ajaran Buddha bertahan lama
Sādhu, sādhu, sādhu.
 
Penulis & Editor: Lij Lij




Related Postview all

Apa itu Abhidhamma? access_time09 Desember 2019 - 17:50:27 WIB pageview 10251 views

Abhidhamma adalah bagian Dhamma terbesar dalam Tipitaka.Tipitaka muncul 400 tahun setelah Buddha parinibbana.Isi Tipitaka terdiri dari:- 21.000 Vinaya Pitaka- 21.000 Sutta Pitaka- 42.000 ... [Selengkapnya]

menu SASANA SUBHASITA
menu