Berita / Ceramah

PATTIDĀNA 2020 - Vihara Sasana Subhasita


PATTIDĀNA 2020
Vihara Sasana Subhasita
Minggu, 15 Agustus 2020
Dhammadesana : YM. Bhikkhu Cittanando, Mahathera
Penulis & Editor : Lij Lij


Namo tassa bhagavato arahato sammāsambuddhassa (3x)
Terpujilah Sang Bhagavā, Yang Maha Suci, Yang Telah Mencapai Penerangan Sempurna (3x)

Idaṁ vo ñātinaṁ hotu
Sukhitā hontu ñātayo (3x)
Semoga timbunan jasa ini melimpah kepada sanak keluarga
Semoga sanak keluarga berbahagia (3x)

Sudah menjadi tradisi di kalangan masyarakat Tionghoa khususnya, melakukan sembahyang untuk para leluhur yang biasanya dilakukan dua kali dalam setahun yaitu pada bulan April (dikenal dengan Cengbeng) dan sekitar bulan Tujuh / Juli-Agustus (dikenal dengan sembahyang Cit-Gwee). Menurut tradisi kepercayaan bahwa pada bulan tujuh hari ke-15 penanggalan imlek, pintu alam neraka – alam setan terbuka sehingga para sanak keluarga yang terlahir di alam-alam tersebut ‘diberi kesempatan’ untuk kembali / berkunjung ke rumahnya. Dan keluarga yang masih hidup di alam manusia ini melakukan upacara sembahyang bagi mereka. Tradisi ini masih banyak dilakukan oleh mereka yang mempercayai hal tersebut; bahkan hampir disetiap daerah mempercayai tradisi yang sama yang beranggapan bahwa sanak keluarga yang telah meninggal seakan dianggap masih hidup. Oleh karena itu ketika ada sanak keluarga meninggal, masih dilakukan upacara malam 3 hari, malam 7 hari, malam 49 hari, 100 hari, dan 1 tahun. Mengapa? Karena masih beranggapan bahwa orang-orang yang dicintai tersebut masih hidup. Apakah benar demikian?

Dalam Ajaran Buddha, tidak ada yang namanya “Bulan Hantu”, tidak ada mitos dibebaskannya hantu-hantu dari neraka untuk berlibur dan saling berebut makanan dari para dermawan selama bulan Cit Gwee. Dalam Ajaran Buddha, tradisi sembahyang leluhur ini dikenal dengan Pattidana atau pelimpahan jasa sebagai wujud bakti terhadap sanak keluarga yang telah meninggal dunia yaitu dengan cara menyalurkan jasa kebajikan atau mengaspirasikan kebajikan bagi makhluk lain. Pelaksanaan Pattidana sudah sering dilakukan di vihara-vihara setiap tahunnya walaupun pada pelaksanaan kali ini agak sedikit berbeda karena mengingat kondisi pandemic sehingga bagi mereka yang hadir di Vihara harus memperhatikan protocol kesehatan.
Menurut Dhamma, dikatakan bahwa ‘orang-orang yang sudah pergi’ sebenarnya ketika meninggal dunia, seketika itu juga langsung ber-tumimbal lahir atau lahir kembali. Seperti disebutkan di dalam Pattidāna Pāṭha bahwa makhluk-makhluk mengembara di alam besar dan alam kecil artinya bahwa makhluk-makhluk tersebut mengembara di lingkaran saṃsara atau bhavacakka. Termasuk kita saat ini juga sedang mengembara di alam manusia yang merupakan salah satu bagian dari Kāmabhūmi yang terdiri dari 11 alam. Kāmavacara citta adalah kesadaran yang mengembara di alam nafsu (Kāmaloka) yaitu terdiri dari 4 alam menderita (Dugati bhūmi) dan 7 alam bahagia (Kāmasugati bhūmi).

11 Kāmaloka / 11 Alam Nafsu terdiri dari:
1. 4 Dugati Bhūmi – 4 Alam Menyedihkan:
1.1. Niraya – alam neraka
1.2. Tiracchāna – alam binatang
1.3. Peta – alam setan
1.4. Asura – alam raksasa
2. 7 Kāmasugati Bhūmi – 7 Alam Bahagia:
2.1. Manussa – alam manusia – usia max. 75 tahun
6 Devaloka – 6 alam surga / 6 alam Dewa:
2.2. Cātummahārājikā – usia mencapai 9 juta tahun manusia
2.3. Tāvatimsā – usia mencapai 36 juta tahun manusia
2.4. Yāmā – usia mencapai 144 juta tahun manusia
2.5. Tusita – usia mencapai 576 juta tahun manusia
2.6. Nimmānaratī – usia mencapai 2.304 juta tahun manusia
2.7. Paranimmitavasavattī – usia mencapai 9.216 juta tahun manusia

Kita bisa saja ‘mengembara’ di salah satu dari 11 alam nafsu; bisa di alam neraka, alam setan, alam binatang, alam raksasa, juga mengembara di alam manusia. Mengembara di suatu alam hingga batas usianya habis; ketika jasmani lapuk dan hancur, kembali mengembara lagi, demikian seterusnya.

Di atas alam manusia, ada alam surga (Kāmasugati Bhūmi) yang sering diartikan juga sebagai alam para dewa yang terdiri dari 6 tingkat. Jika dapat terlahir katakanlah di alam dewa tingkat pertama saja, sudah sangat menyenangkan; namun tentunya adalah hanya kesenangan secara ke-indria-an.

Alam dewa yang paling rendah yaitu Cātummahārājikā, dipimpin oleh 4 Raja Dewa (di 4 penjuru mata angin). Biasanya para dewa di Cātummahārājikā ini tinggal di vihara-vihara, di atas pohon besar, di sungai, di gunung, di tanah, di lautan, dan beberapa tempat lainnya. Usia di alam dewa Cātummahārājikā mencapai 9 juta Tahun Manusia. Dibandingkan dengan usia kita sebagai manusia yang saat ini maksimal sekitar 75 tahun. Penampakan di alam dewa seperti manusia yang berumur sekitar 17-20 tahun.

Alam dewa tingkat ke-2 yaitu Tāvatimsā usianya mencapai 36 juta tahun manusia. Disini adalah tempat Sang Buddha mengajarkan Dhamma kepada para dewa. Surga Tāvatimsā ini merupakan tempat pertemuan para dewa dari dewa tingkat rendah maupun dewa tingkat tinggi. Hanya Buddha yang dapat mengajarkan Dhamma kepada mereka.

Alam dewa tingkat ke-3 yaitu Yāmā mencapai 144 juta tahun manusia.

Berikutnya alam surga ke-4 yaitu Tusita sebagai alam surga yang paling menyenangkan mencapai 576 juta tahun manusia. Para Bodhisattva sebelum turun ke alam manusia untuk menjadi Buddha; berdiam di alam ini.

Alam surga tingkat ke-5 Nimmānaratī usianya mencapai 2.304 juta tahun manusia. Dewa dialam ini memiliki kesenangan menciptakan sesuai keinginannya dengan kekuatan pikirannya (Manomaya).

Alam surga tingkat ke-6 Paranimmitavasavattī mencapai usia 9.216 juta tahun manusia. Para dewa disini menikmati ciptaan dewa-dewa lain.

11 Alam ini disebut sebagai Alam Nafsu; termasuk di alam dewa juga memiliki nafsu keinginan; sama seperti kita manusia.
Pertanyaannya:
- Siapa yang dapat lahir di Alam Dewa? Kita semua bisa saja lahir di sana.
- Lalu bagaimana caranya, apakah bisa dengan berdoa? Kalau saja kita dapat mencapai Alam Dewa dengan cara berdoa, lalu apa susahnya berdoa?

Untuk dapat terlahir di Alam Dewa tidak ada cara lain kecuali kita harus gemar berbuat baik; banyak-banyak melakukan kebajikan; itulah syarat mutlak yang tidak dapat ditinggalkan.
Bagaimana kita berbuat baik? Dengan cara praktek dāna, praktek sīla, praktek kemurahan hati, Hiri dan Ottapa, tidak serakah, tidak membenci, meluruskan pandangan; itulah cara-cara untuk dapat lahir di Alam Dewa.

Kita pun dapat terjatuh ke 4 alam menderita; jika kita tidak suka berbuat baik sebaliknya malah sering berbuat jahat. Yang baik biasanya lahir di alam bahagia, yang tidak baik biasanya lahir di alam menyedihkan. Oleh karena itulah Buddha Dhamma selalu mengingatkan kita agar jangan sampai terjatuh. Kita mempraktekkan Dhamma untuk kemajuan batin kita agar dapat hidup bahagia di alam ini dan juga di alam selanjutnya. Inilah manfaat kita mempraktekkan Dhamma dengan cara berbuat baik.
Bahaya jika kita terjatuh ke alam bawah; apalagi di alam neraka; usianya tak terhingga dan akan sangat sulit untuk dapat keluar dari alam-alam menyedihkan tersebut; menderita sepanjang waktu, tanpa makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal. Selama karma buruknya belum habis, makhluk-makhluk tersebut tidak akan mati; bisa ribuan tahun – jutaan tahun.

Seperti dijelaskan dalam Tirokudda Sutta, makhluk-makhluk yang terlahir menjadi hantu karena semasa hidupnya senang mengumbar nafsu keinginan rendah terutama keserakahan. Jika kita selalu mengumbar nafsu keinginan rendah, keserakahan ataupun melanggar sīla maka akan jatuh ke alam rendah salah satunya alam peta / alam setan. Betapa besarnya kerugian jika kita tidak berbuat kebajikan sebaliknya terus berbuat jahat. Tidak hanya orang lain yang dirugikan oleh perbuatan jahat kita; tetapi diri kita sendiri pun mengalami kerugian karena kita akan ‘terjatuh’.

Berbahagialah kita dapat mengerti Dhamma. Dhamma diajarkan Sang Buddha sedemikian dalam dengan kemampuan mata batin menguraikan Dhamma yang begitu indah pada awalnya, indah pada pertengahannya dan indah pada akhirnya. Sang Buddha mengajarkan Dhamma agar kita tidak melakukan kesalahan di dalam kehidupan ini. Meskipun kita masih jauh untuk mencapai Nibbana; setidaknya dengan berpegang teguh kepada Dhamma maka kita akan dapat hidup dengan bahagia. Seandainya karma baik kita pas-pas-an; lahir di alam manusia, tetapi ketika kita memiliki kebaikan maka kita akan dapat hidup dengan baik, dengan lebih bahagia.

11 Alam Nafsu ini adalah tempat makhluk-makhluk yang memiliki nafsu keinginan indria. Mengembara di 11 Alam Kehidupan. Tentunya kita akan lebih memilih 7 Alam Kāmasugati dibandingkan 4 Alam Dugati.

Selain 6 Alam Dewa; diatasnya masih ada Alam Brahma. Kesadaran kita juga dapat mengembara ke Alam Rūpabrahma dan Alam Arūpabrahma.
Kesadaran yang mengembara di alam Rupabrahma yaitu Rūpavacara Citta; dan kesadaran yang mengembara di alam Arupabrahma yaitu Arūpavacara Citta.
Untuk dapat terlahir di kedua alam ini, tidak cukup hanya kebajikan biasa; tidak cukup hanya dengan kekuatan dāna dan sīla; tetapi harus mengembangkan batin dengan bermeditasi sampai mencapai tingkatan Jhāna tertentu baik itu Rūpajhāna maupun Arūpajhāna.
Ada 16 alam Rūpabrahma dan 4 alam Arūpabrahma dan usianya bukan lagi hitungan tahun manusia tetapi sudah kappa atau maha kappa. Mulai dari 1/3 Asankheyya Kappa sampai 84.000 Maha Kappa. Siapapun yang mengembangkan kebajikan melalui meditasi, akan dapat terlahir di salah satu dari 20 Alam Brahma ini.

Jadi sebenarnya kita ini terus mengembara di antara 26 Alam Kehidupan (31 Alam Kehidupan dikurangi 5 Alam Suddhavasa - Alam khusus Anagami) tergantung pada kamma perbuatan kita masing-masing. Namun sayangnya kita tidak dapat mengingat kehidupan-kehidupan yang telah kita lalui.
Mengapa demikian? Karena pada saat kita meninggal dunia, maka kesadaran kita akan menjadi bhāvaṇga citta atau kesadaran tidak aktif (pasif) terutama ketika terlahir kembali menjadi manusia. Kesadaran pasif seperti tertidur nyenyak tanpa mimpi hanya berupa arus kesadaran. Inilah yang menyebabkan kita tidak dapat mengingat kehidupan sebelumnya.
Tetapi ada makhluk tertentu yang terlahir secara spontan masih dapat mengingat kehidupan sebelumnya, kesadarannya seperti mimpi. Sedangkan kita sebagai manusia, lama masuk dalam kandungan sehingga lupa dengan kehidupan sebelumnya.
Untuk beberapa kasus dimana ada orang-orang yang mampu mengingat kehidupan mereka sebelumnya kemungkinan karena kemampuan batin yang di dapat dari meditasi.

Alangkah luar biasa jika kita dapat mengerti Ajaran Buddha yang begitu mendalam, sangat jelas dan sangat lengkap. Sang Buddha tidak pernah menakut-nakuti juga tidak pernah memberikan iming-iming hadiah. Beliau selalu menekankan untuk selalu berbuat kebajikan, dan tidak melakukan perbuatan jahat, menyucikan hati dan pikiran.

Termasuk yang kita lakukan saat ini, pattidana sebagai wujud cinta kasih mendalam terhadap mendiang keluarga tercinta terutama orangtua, kakek-nenek, atau sanak keluarga lainnya yang telah meninggal. Kita mengingat jasa-jasa mereka. Oleh karena itu salah satu kewajiban kita adalah melakukan pattidana. Pattidana adalah berbuat baik atas nama para leluhur kita yang telah meninggal, karena tidak semua sanak keluarga kita yang telah meninggal tersebut terlahir di alam bahagia, sebaliknya mungkin justru terlahir di alam menderita. Kita melakukan pattidana salah satunya dengan cara berdāna dan melimpahkan jasa kebajikan tersebut kepada sanak keluarga yang telah meninggal dunia maupun kepada makhluk-makhluk di alam rendah yang membutuhkan.
Kita mengingat kebajikan-kebajikan yang telah kita lakukan dan mengapresiasikan jasa kebajikan-kebajikan tersebut sehingga memunculkan karma baik, mudita cita bagi leluhur kita agar mereka turut mengetahui dan berbahagia.
Inilah cara kita membantu ‘mereka’.

Pattidana tidak harus menunggu setahun dua kali. Pattidana dapat dilakukan kapan saja setiap kita berbuat baik, tidak harus ada Bhikkhu. Saat kita berdāna, arahkanlah pikiran; karena jika tidak diarahkan maka tidak akan sampai; sebab ini adalah hubungan batin dengan batin. Dengan demikian hendaknya kita semua mengerti bahwa setelah kehidupan saat ini, masih ada kehidupan berikutnya; dan akan terus demikian selama kita masih belum mencapai Nibbana maka kita akan terus dilahirkan; oleh karenanya hendaklah kita selalu berhati-hati supaya tidak terjatuh. Setidaknya minimal terlahir kembali di alam manusia. Selalu menjaga sīla, praktek dāna dan juga meditasi sehingga menjadi suatu kebiasaan yang baik yang pada akhirnya ketika menjelang kematian kita dapat teringat dengan kebiasaan baik yang selalu kita lakukan sehingga membawa kita terlahir di alam bahagia.

Demikian yang dapat dituliskan kembali.
Mohon maaf jika ada kesalahan pendengaran dan pemahaman.
Semoga bermanfaat dan memperkuat keyakinan kita kepada Tiratana.

Sabbe sattā bhavantu sukhitattā.
Semoga semua makhluk berbahagia.
Sādhu, sādhu, sādhu.




Related Postview all

Mengapa Kita Harus Bermeditasi ?

access_time19 Agustus 2020 - 00:42:59 WIB pageview 8868 views

Ada banyak alasan mengapa kita harus bermeditasi. Seperti hal nya jasmani kita yang butuh untuk dimandikan setiap hari. Misalkan dalam 1 minggu, 2 minggu, jasmani kita tidak dibersihkan, ... [Selengkapnya]

Petunjuk Jalan Hidup Sebagai Manusia

access_time06 Juli 2020 - 00:26:45 WIB pageview 8349 views

Namo tassa bhagavato arahato sammāsambuddhassa (3x) Sebagaimana kita semua ketahui adalah sungguh beruntung kita terlahir sebagai manusia, jadi manusia yang baik, sering ke vihara, sering ... [Selengkapnya]

Dhamma Ajaran Sang Buddha

access_time06 Juli 2020 - 00:17:07 WIB pageview 10093 views

Namo tassa bhagavato arahato sammāsambuddhassa (3x) Dhamma didefinisikan secara umum sebagai hukum abadi yang selalu ada sejak dahulu kala, sekarang dan yang akan datang tanpa dibatasi ... [Selengkapnya]

Cemas & Takut?? No Way!!

access_time14 Juni 2020 - 01:02:40 WIB pageview 8837 views

Namo tassa bhagavato arahato sammāsambuddhassa (3x)Terpujilah Sang Bhagava, Yang Maha Suci, Yang Telah Mencapai Penerangan Sempurna (3x) Sharing Dhamma kali ini berjudul "Cemas & ... [Selengkapnya]

Virus Kehidupan

access_time31 Mei 2020 - 00:41:02 WIB pageview 8245 views

Namo tassa bhagavato arahato sammāsambuddhassa (3x)Terpujilah Sang Bhagava, Yang Maha Suci, Yang Telah Mencapai Penerangan Sempurna (3x) Sudah memasuki 3 bulan kita semua mengalami ... [Selengkapnya]

menu SASANA SUBHASITA
menu