Berita / Artikel

Mengapa Kita Harus Bermeditasi ?


MENGAPA KITA HARUS BERMEDITASI ?

-by: YM. Bhikkhu Santacitto Ph.D.-

Penulis & Editor: Lij Lij


Ada banyak alasan mengapa kita harus bermeditasi. Seperti hal nya jasmani kita yang butuh untuk dimandikan setiap hari. Misalkan dalam 1 minggu, 2 minggu, jasmani kita tidak dibersihkan, apa yang akan terjadi? Pastilah sangat bau, sangat kotor, bahkan lebih bau, lebih kotor dari pada kambing. Kalau kambing tidak mandi setahun dua tahun tidak masalah; namun kalau manusia tidak mandi 1 minggu saja, apalagi sampai 2 minggu sampai 1 bulan; pastilah amat sangat kotor dan bau.

Seperti hal nya jasmani kita yang butuh untuk dibersihkan agar tidak kotor dan tidak bau; maka batin kita juga butuh untuk dibersihkan agar batin kita tidak menjadi kotor, agar batin kita tidak menjadi bau, tidak ternoda.

Jadi sebenarnya batin dan jasmani mempunyai karakteristik yang sama; keduanya butuh untuk dibersihkan. Untuk itulah kita membutuhkan meditasi untuk membersihkan batin kita. Jika kita tidak bermeditasi maka batin kita akan ‘ternodai’ menjadi kotor seperti hal nya jasmani. 

 

Seperti hal nya jasmani yang butuh untuk beristirahat. Jasmani kita tidak bisa digunakan untuk terus melakukan pekerjaan. Bahkan robot sekalipun jika digunakan terus untuk bekerja tentu akan menjadi rusak, apalagi jasmani. Jasmani membutuhkan istirahat. Seperti hal nya jasmani yang membutuhkan istirahat, batin kita juga membutuhkan istirahat. Batin kita juga membutuhkan untuk hening, untuk diam, untuk istirahat. Batin yang diam, batin yang hening, batin yang istirahat hanya didapatkan pada saat seseorang bermeditasi.

Tetapi anehnya; ketika seseorang bermeditasi, terkadang batinnya bukan beristirahat tetapi justru batin nya menjadi tegang. Ketika ikut meditasi baik atas kemauan sendiri ataupun karena ikut-ikutan atau ikut karena program tertentu yang memang mengharuskan maka begitu mendengar kata meditasi sudah tegang duluan, sudah menjadi trauma, sudah menjadi seperti lelah sekali. Sehingga pada saat pelaksanaan meditasi, bukannya menjadi rileks, bukannya menjadi tenang tetapi justru menjadi tegang, menjadi depresi, menjadi stress. Padahal, meditasi adalah cara untuk memberikan istirahat kepada batin kita.

Jadi seperti hal nya jasmani yang membutuhkan istirahat, batin juga membutuhkan istirahat. Dan itu di peroleh ketika seseorang bermeditasi. Maka sebenarnya harus diingat, harus menjadi motto bahwa meditasi adalah cara untuk beristirahat, bukan untuk membuat tegang apalagi menjadi depresi. Apalagi terkadang ada orang yang baru selesai meditasi malah terlihat ‘tidak waras’ akibat dari salah bermeditasi. Meditasi yang seharusnya membuat batin rileks justru sebaliknya malah terus berpikir dan berpikir; ingin mencapai kekuatan gaib, ingin dapat melihat makhluk lain, ingin mencapai jhāna; dengan terus berpikir demikian maka batin tidak beristirahat. Akhirnya stress, depresi, bahkan salah-salah menjadi gila. Maka ini adalah meditasi yang salah.

Meditasi adalah untuk membuat batin beristirahat; seperti hal nya jasmani yang membutuhkan istirahat.

 

Seperti hal nya jasmani yang membutuh nutrisi, membutuhkan gizi, membutuhkan vitamin, makanan untuk melangsungkan kehidupannya agar menjadi sehat; maka batin kita juga membutuhkan nutrisi. Nutrisi dari batin kita adalah kualitas-kualitas batin yang positif; apakah itu keyakinan, semangat, perhatian, konsentrasi, kebijaksanaan. Itu adalah kualitas-kualitas batin yang dibutuhkan oleh batin itu sendiri. Dan itu semua akan diperoleh pada saat seseorang melatih batinnya, pada saat seseorang melatih meditasi. Seperti hal nya jasmani yang butuh nutrisi, butuh makan setiap hari; kalau kita tidak makan sehari saja pasti menjadi lemas. Demikian pula jika batin kita tidak diberi nutrisi yang baik, tidak diberi vitamin yang baik maka batin ini sendiri juga akan menjadi rusak, menjadi lemah, menjadi rentan, tidak kuat, tidak ada kesabaran, terus mengeluh, terus depresi; karena tidak ada nutrisi yang baik. Meditasi adalah cara agar batin kita mendapatkan nutrisi yang baik. Kesabaran, perhatian, konsentrasi, kebijaksanaan, kualitas-kualitas batin yang baik dapat diperoleh dengan cara bermeditasi.

 

Seperti hal nya jasmani kita yang membutuhkan skill tertentu, keterampilan tertentu; misalkan seorang petani harus memiliki keterampilan mencangkul dimana jika petani tersebut tidak memiliki keterampilan mencangkul lalu bagaimana petani tersebut dapat bertani? Atau misalkan seorang arsitek harus memiliki keterampilan untuk menggambar dan menghitung. Seperti hal nya jasmani kita yang membutuhkan keterampilan tertentu agar dapat melangsungkan kehidupan untuk mendapatkan pekerjaan, mendapatkan uang; demikian pula hal nya dengan batin kita yang juga membutuhkan keterampilan. Dan tentu saja keterampilan yang dimaksud disini adalah keterampilan yang positif. Jasmani bisa saja memiliki keterampilan yang negatif misalnya keterampilan mencopet. Mencopet itu keterampilan yang membutuhkan kelihaian yang luar biasa. Tetapi tentu saja itu bukan keterampilan yang positif. Batin kita juga membutuhkan keterampilan yang baik diantaranya keterampilan Saddindriya  (indra keyakinan).

Mata kita dikatakan Cakkhundriya (indra mata) karena mata kita ini sangat terampil untuk melihat. Ternyata yang dapat dikembangkan menjadi sebuah keterampilan tidak hanya mata, tidak hanya telinga, tidak hanya hidung, tidak hanya 6 indria yang kita miliki bahkan seperti keyakinan, konsentrasi juga menjadi bentuk keterampilan yang dapat dikembangkan; dan itu dibutuhkan oleh batin kita yaitu terampil di dalam hal-hal yang positif yang dalam Bahasa Pāḷi sering disebut Kusala (terampil / keterampilan).

 

Dalam ilmu psychology dikatakan bahwa sebenarnya perilaku kita; ucapan, perbuatan, dan pikiran kita 99% bermula – berakar dari “unconscious mind” atau pikiran bawah sadar. Sedangkan perbuatan kita yang sadar – yang bermula dari “conscious mind” hanya 1% saja.

Bagaimana kita membedakan mana perbuatan yang berawal dari conscious mind dan unconscious mind? Contoh nyata misalnya seorang pemain piano piawai yang sedemikian terampil memainkan piano-nya, ternyata lebih banyak peran pikiran bawah sadar-nya yang bermain; namun ketika dia sadar akan jari-jarinya – dia tidak bisa memainkan piano dengan baik. Ketika dia membebaskan pikirannya, asal bermain saja – dia dapat bermain dengan baik; tetapi ketika dia mulai mengamati, sadar dengan gerakan jari-jari tangannya maka dia ‘lupa’ untuk main. Artinya : ketika dia memainkan piano, adalah 99% unconscious mind – pikiran bawah sadarnya yang bermain; tetapi begitu conscious mind – kesadarannya muncul maka dia tidak dapat bermain.

 

Cerita lain tentang seekor kelabang dan seekor katak. Kelabang yang memiliki kaki banyak (katakanlah 100 kaki) sebenarnya selama ini berjalan dengan enjoy. Namun suatu ketika, sang katak bertanya kepada kelabang, “Wahai kelabang, sebenarnya dari 100 kaki yang kau miliki, kaki manakah yang berjalan paling dulu, kaki mana yang berjalan setelahnya, dan kaki mana yang berjalan terakhir?” Ketika mendapat pertanyaan demikian, kelabang mulai berpikir, “Mana kaki-ku yang kulangkahkan duluan, mana kaki-ku yang kulangkahkan berikutnya, dan mana kaki-ku yang kulangkahkan paling belakangan?”. Ketika mulai berpikir demikian, kelabang tersebut justru tidak bisa berjalan.

Artinya apa? Secara psychology dikatakan bahwa ketika ada kesadaran akan membuat seseorang menjadi diam – sadar.

 

Pada kenyataannya segala perbuatan kita kebanyakan muncul dari bawah sadar. Begitu sadar, maka perbuatan biasanya akan ‘melambat’.

 

Yang penting dalam hal ini adalah bahwa 99% perbuatan yang muncul dari pikiran bawah sadar tersebut juga dipengaruhi oleh perilaku seseorang yang menjadi sebuah kebiasaan. Kalau kita terbiasa melakukan sesuatu dan hal tersebut menjadi suatu ‘habits’ (kebiasaan) maka kebiasaan tersebut akan membentuk perilaku yang muncul dari bawah sadar.

Contohnya ketika kita baru belajar membaca paritta, awalnya rasanya sulit sekali. Pada awalnya dengan penuh kesadaran, kita harus mengingat kata perkata. Namun ketika sudah menjadi terampil membaca paritta bahkan sambil melamun-pun ucapan syair paritta akan terus keluar dengan sendirinya.

Disini terlihat bahwa dari kebiasaan itulah membentuk perbuatan yang muncul dari bawah sadar. Contoh lainnya adalah kita dapat menulis ataupun mengetik di laptop tanpa perlu melihat. Ini dinamakan skill – keterampilan. 99% keterampilan bawah sadar ini tergantung pada perbuatan mana yang kita kembangkan. Jika perbuatan yang kita kembangkan adalah perbuatan-perbuatan yang buruk maka biasanya perbuatan-perbuatan yang cenderung muncul dari bawah sadar ini juga adalah perbuatan-perbuatan yang buruk, perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat. Inilah yang dalam Ajaran Sang Buddha dinamakan Āsava – aliran pikiran yang tidak terkontrol yang mengacu kepada pikiran buruk yang tidak terkendali.

Kalau kemudian perbuatan-perbuatan yang sering kita lakukan merupakan perbuatan yang baik - yang bermanfaat maka secara psychologies pikiran bawah sadar akan membentuk kebiasaan berupa perbuatan-perbuatan yang baik; yang secara Buddhis kita kenal dengan Kusala (terampil / keterampilan). 

 

Yang menjadi point penting disini adalah meditasi atau pengembangan batin merupakan sebuah perbuatan yang akan membentuk sebuah perilaku, yang akan membentuk sebuah kebiasaan yang bermanfaat; membentuk sebuah perbuatan yang muncul dari unconscious mind yang bermanfaat, yang baik. Inilah pentingnya kita bermeditasi. Kita bermeditasi agar apapun yang kita lakukan, kebiasaan-kebiasaan yang kita lakukan menjadi kebiasaan yang baik. Tetapi kalau kita tidak bermeditasi, sebaliknya apa yang kita kembangkan adalah hal-hal yang buruk maka apapun kebiasaan yang muncul dalam perbuatan kita tanpa kita sadari sudah menjadi reflek – menjadi insting berupa perbuatan-perbuatan yang buruk. Dan ini akan menjadi sebuah kecenderungan yang akan dibawa tidak hanya dalam kelahiran sekarang tetapi juga dibawa ke kelahiran yang akan datang.

Ketika kebiasaan yang baik dikembangkan menjadi sebuah Kusala (keterampilan) maka kecenderungan yang baik inipun juga akan dibawa dan bermanfaat tidak hanya di kehidupan saat ini saja tetapi juga di kehidupan-kehidupan yang akan datang. Inilah pentingnya meditasi. 

 

Lantas apa yang harus kita lakukan dalam bermeditasi? Sebenarnya kunci dari meditasi adalah kita sadar setiap saat. Kunci dari meditasi adalah kita memiliki perhatian, memiliki kewaspadaan (Sati) setiap saat setiap waktu. Sadar, waspada setiap saat setiap waktu; apakah saat kita berjalan, saat kita duduk ataupun berbaring, saat kita melakukan aktivitas apapun; semua kita lakukan dengan penuh perhatian dengan penuh kewaspadaan. Itulah meditasi.

Pada umumnya, kita – umat Buddha berpikir bahwa meditasi adalah duduk bersila dengan mata terpejam. Memang itu meditasi, tetapi itu hanyalah satu bagian dari meditasi. Sedangkan meditasi dalam Ajaran Sang Buddha adalah bentuk latihan yang meliputi semua aspek perilaku; apakah kita sedang berjalan, duduk, berbaring, berbicara, ataupun diam sekalipun; selama kita sadar; itu adalah meditasi. Mengapa kita harus sadar setiap saat setiap waktu? Hal ini disebabkan karena kotoran batin kita juga akan muncul setiap saat setiap waktu. Kotoran batin tidak hanya akan muncul pada saat kita duduk dengan mata terpejam; tidak demikian. Pada saat kita melihat juga dapat muncul kotoran batin. Bahkan lebih sering muncul pada saat kita melihat. Pada saat kita mendengar juga dapat muncul kotoran batin. Ketika mendengar suara yang tidak menyenangkan maka muncul kebencian; ketika mendengar suara yang menyenangkan maka muncul kemelekatan – keserakahan; itu adalah kotoran batin. Pada saat kita makan, mencicipi makanan; pada saat kita bersentuhan; pada saat kita berpikir; semua dapat memunculkan kekotoran batin. Dalam segala aktivitas yang kita lakukan, disitu sangat memungkinkan untuk muncul kotoran batin. Maka, inilah pentingnya mengapa kita harus sadar setiap saat, harus waspada setiap saat; sehingga dengan kita sadar – waspada setiap saat maka ketika kotoran batin muncul kita tahu dan dapat segera berupaya untuk melenyapkan kotoran batin tersebut. Itulah makanya kunci utama adalah kita harus waspada – harus sadar setiap saat tidak hanya pada saat duduk bersila dengan mata terpejam tetapi setiap saat setiap waktu kita sadar – waspada melihat batin kita; itu adalah Bhāvana, itu adalah meditasi.

 

Hanya saja, karena perhatian kita – kewaspadaan kita atau Sati kita sulit untuk kita kembangkan, sulit untuk kita pertahankan karena pikiran kita yang begitu liar; maka kita membutuhkan media. Media supaya batin kita menjadi tenang, media supaya kewaspadaan - perhatian kita menjadi berfungsi. Apa media-nya? Media-nya adalah menggunakan objek. Objek meditasi itu sendiri. Supaya perhatian kita menjadi berfungsi, supaya batin kita tidak berkeliaran terus, supaya kita bisa sadar setiap saat setiap momen di sini sekarang terhadap apapun yang sedang kita lakukan maka kita membutuhkan media. Media-nya adalah objek meditasi.

 

Diumpamakan seperti menjinakkan seekor sapi yang liar. Apa yang harus dilakukan agar sapi liar menjadi jinak? Yaitu dengan mengikat sapi liar tersebut pada tiang. Ketika sapi liar tersebut di ikat pada tiang, tentu saja sapi liar tersebut tidak langsung diam; sapi liar tersebut akan lari, tetapi seberapapun jauh sapi itu lari tetap akan tertarik kembali karena terikat tali yang ditambatkan pada tiang. Setelah mencoba lari berkali-kali dan selalu tertarik kembali pada tiang sampai pada akhirnya sapi liar tersebut menjadi lelah, diam, nyaman, duduk dibawah tiang, menjadi jinak.

 

Sama dengan pikiran kita yang juga sangat liar sekali. Terus berlari dari satu objek ke objek lainnya tidak mau berhenti. Agar pikiran kita menjadi jinak, maka dibutuhkan ‘tali’ perhatian dan ‘tiang’ objek. Pikiran kita diibaratkan sebagai sapi liar, tali sebagai perhatian atau kewaspadaan, dan objek sebagai tiang.

Misalnya ketika kita duduk bermeditasi supaya kita bisa diam, objek apa yang mudah sekali kita perhatikan? Biasanya objek yang paling mudah untuk kita perhatikan adalah nafas. Nafas disini adalah tiang objek. Kewaspadaan kita atau Sati kita adalah tali. Pikiran yang mengembara adalah sapi liar. Artinya : ketika pikiran mengembara memikirkan sesuatu; karena kita memiliki tali kewaspadaan maka pikiran yang mengembara tersebut tidak akan jauh sekali; ditarik kembali kepada objek nafas karena kita waspada. Begitu pikiran mengembara lagi, karena kita waspada maka akan ditarik kembali lagi kepada objek nafas. Sedetik kemudian pikiran mengembara lagi, ditarik kembali pada objek. Pada akhirnya jika hal ini terus dilakukan; setiap kali pikiran mengembara dikembalikan kepada objek dengan tali perhatian, mengembara lagi dikembalikan lagi kepada objek, maka lama kelamaan pikiran itu pun menjadi jinak, duduk dibawah tiang objek itu sendiri, menjadi nyaman, menjadi akrab dengan objek keluar masuknya nafas.

Jadi kesimpulannya supaya kita diam, tenang, tidak mengembara; kita membutuhkan perhatian atau kewaspadaan dan kita juga membutuhkan objek meditasi dalam beraktivitas sehari-hari.

Pada saat kita duduk, objek paling mudah untuk diperhatikan adalah nafas. Begitu pikiran mengembara, tarik kembali melalui tali perhatian / kewaspadaan terhadap nafas. Lantas bagaimana pada saat kita berjalan? Pada saat berjalan, kita dapat menggunakan objek jalan itu sendiri sebagai tiang objek. Pergerakan kaki itu sendiri sebagai objeknya. Sebenarnya sekedar sadar terhadap jalan, itu sudah cukup; tetapi terkadang sulit maka banyak guru meditasi kemudian menganjurkan agar pada saat berjalan, arahkan pikiran melalui tali perhatian terhadap objek perasaan di telapak kaki. Jadi sambil berjalan kita merasakan objek perasaan di telapak kaki. Kalau itu sulit dilakukan; hanya sadar setiap langkah saja: kanan, kiri, kanan, kiri. Ketika batin mengembara, kita kembalikan lagi kepada langkah kaki kanan, kiri, kanan, kiri, kanan, kiri, dan seterusnya. Ini adalah latihan supaya batin kita memiliki ‘habits – kebiasaan’ yang baik; supaya batin kita menjadi tenang, menjadi beristirahat, tidak mengembara. Inilah cara mengisi batin kita dengan kualitas-kualitas yang baik.

 

Pada saat kita melakukan aktivitas lainnya; pada saat kita makan, pada saat kita minum, apa yang mesti kita lakukan? Apapun yang pada saat itu menjadi aktivitas kita, itulah yang diperhatikan. Pada saat kita makan, kita memperhatikan ketika kita mengambil makanan, ketika memasukkan makanan ke dalam mulut, ketika mengunyah makanan, ketika kita menelan makanan; itulah yang menjadi objek perhatian. Ketika batin mengembara, kita kembalikan kepada aktivitas yang sedang kita lakukan. Memang sulit. Karena pikiran kita sudah terbiasa mengembara. Pikiran kita sudah seperti sapi liar yang sulit untuk dijinakkan, tetapi bukan berarti hal tersebut menjadi sesuatu yang mustahil. Kalau kita secara terus menerus melakukannya setiap saat setiap waktu tidak hanya pada saat kita duduk tetapi di segala aktivitas kita sadar kita melatih kewaspadaan maka kotoran batin yang muncul tidak akan mudah menguasai pikiran kita. Karena begitu gejolak kekotoran batin muncul kita dapat dengan mudah mendeteksinya. “Ooo.. ternyata kebencian sedang menguasai pikiran saya”. Lihat, sadari, rileks, kebencian lenyap. Jika tidak puas dengan hal itu, maka renungkan. Berbagai macam perenungan Dhamma untuk melepaskan kebencian dapat dilakukan.

Pada saat melihat, mendengar, mencium, melakukan aktivitas apapun; ketika kebencian muncul, sadari..lepaskan. Muncul lagi; sadari..lepaskan. Itulah yang mesti kita lakukan.

 

Ketika bermeditasi, kita akan mengalami berbagai macam rintangan / hambatan yang akan muncul. Secara umum ada 5 rintangan batin yang akan dan harus kita hadapi pada saat kita bermeditasi. 5 rintangan batin ini sebenarnya tidak hanya muncul pada saat kita duduk bermeditasi, tetapi muncul setiap saat setiap waktu. Apakah pada saat berdiri, berjalan, duduk, berbaring, melihat, mendengar, mencium, berbicara, atau diam; 5 rintangan batin ini akan muncul dan harus kita hadapi. Apa itu 5 rintangan batin?

  • Kāmacchanda – keinginan untuk menikmati kesenangan indriawi
  • Byāpāda – niat jahat, kebencian, penolakan, ketidaksukaan, irihati, cemburu
  • Thinamiddha – kemalasan dan rasa kantuk
  • Uddhaccakukkucca – kebingungan dan penyesalan
  • Vicikicchā – keraguan terutama keraguan tentang Dhamma, praktek Dhamma, meditasi

 

Kelima rintangan batin ini tidak hanya muncul pada saat kita duduk bermeditasi. Ketika mata melihat muncul nafsu ragawi - kotoran batin yang akan berkembang jika kita tidak memiliki kewaspadaan tidak memiliki sati; tetapi begitu kita mengembangkan sati kita, waspada, punya perhatian maka ketika kotoran batin itu muncul kita akan segera dapat mengenali. Demikian hal nya pada saat mendengar, Kāmacchanda ini juga bisa muncul menginginkan untuk menikmati kesenangan indriawi. Maka disinilah dibutuhkan kewaspadaan, perhatian setiap saat setiap waktu tidak hanya disaat kita duduk bersila dengan mata terpejam. Demikian halnya dengan rintangan batin lainnya, Byāpāda, Thinamiddha, Uddhaccakukkucca, dan Vicikicchā  juga dapat muncul setiap waktu tidak hanya pada saat duduk bermeditasi. Itulah mengapa kita membutuhkan kewaspadaan; ketika mereka muncul kita tahu kemunculannya sehingga batin tidak dikuasai oleh rintangan-rintangan batin tersebut. Kita harus berprinsip bahwa selama apa yang kita lakukan selalu sesuai dengan Dhamma, tidak membiarkan batin kita dikuasai oleh kekotoran batin, selalu berupaya untuk mengembangkan kualitas-kualitas batin yang positif maka apapun yang kita lakukan adalah benar; apapun yang kita lakukan pasti bermanfaat sehingga keragu-raguan harus kita tinggalkan.

 

Pada saat kita berlatih meditasi maka 5 rintangan batin ini pasti akan muncul. Pada saat kita tidak mengembangkan batin, tidak perduli dengan batin kita, maka 5 rintangan batin ini akan muncul lebih hebat lagi hanya saja umumnya tidak terdeteksi; tidak perduli apakah batin dikuasai oleh kekotoran batin atau tidak. Tetapi begitu kita mulai untuk mengembangkan batin kita, mulai sadar, mulai waspada, mulai mengembangkan perhatian maka 5 rintangan batin ini akan muncul dengan jelas. Kita mulai perduli, kita mulai tahu ternyata pikiran kita begitu kotor, ternyata pikiran kita harus dibersihkan, kita mulai dapat melihat kotoran batin kita sendiri. Kita mulai melihat bahaya-nya kotoran batin kita sendiri. Kita mulai melihat ketika kotoran batin kita semakin redam maka kita akan semakin bahagia. Semua itu diawali dengan pengembangan batin, diawali dari Bhāvana yang menjadi inti Ajaran Sang Buddha, yang menjadi penekanan dari apa yang diajarkan Sang Buddha. Meskipun Dāna sangat penting untuk dilakukan, Sīla juga sangat penting untuk dilakukan, Bhāvana menjadi sebuah keistimewaan bagi kita umat Buddha dari Ajaran Sang Buddha. Oleh karena itu sangat dianjurkan bagi kita yang telah menjadi umat Buddha, kita yang telah mengakui Ajaran Sang Buddha sebagai kebenaran – sebagai jalan hidup kita maka kita tentunya harus melatih mengembangkan batin kita sesuai dengan Ajaran Sang Buddha yaitu melatih Bhāvana itu sendiri, melatih meditasi itu sendiri. Meditasi yang tidak hanya dipraktekkan / dikembangkan pada saat kita duduk bersila mata terpejam tetapi juga meditasi setiap saat setiap waktu melatih kesadaran kita, waspada terhadap batin kita, mewaspadai setiap kotoran batin yang muncul. Itulah meditasi – bhāvana yang mesti kita kembangkan, kita latih dalam kehidupan kita sehari-hari. Dengan demikian apapun perbuatan kita baik secara sadar maupun dibawah sadar; semua merupakan perbuatan yang bermanfaat, perbuatan yang membawa kebahagiaan di dalam kehidupan saat ini maupun di alam kehidupan selanjutnya sampai kita mencapai kebebasan.

 

Semoga yang telah disampaikan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

 

Sabbe sattā bhavantu sukhitattā.

Semoga semua makhluk berbahagia.

 

Buddhasāsanaṁ ciraṃ tiṭṭhatu

Semoga Ajaran Buddha bertahan lama

 

Sādhu, sādhu, sādhu. 




Related Postview all

Petunjuk Jalan Hidup Sebagai Manusia

access_time06 Juli 2020 - 00:26:45 WIB pageview 8287 views

Namo tassa bhagavato arahato sammāsambuddhassa (3x) Sebagaimana kita semua ketahui adalah sungguh beruntung kita terlahir sebagai manusia, jadi manusia yang baik, sering ke vihara, sering ... [Selengkapnya]

Cemas & Takut?? No Way!!

access_time14 Juni 2020 - 01:02:40 WIB pageview 8753 views

Namo tassa bhagavato arahato sammāsambuddhassa (3x)Terpujilah Sang Bhagava, Yang Maha Suci, Yang Telah Mencapai Penerangan Sempurna (3x) Sharing Dhamma kali ini berjudul "Cemas & ... [Selengkapnya]

Virus Kehidupan

access_time31 Mei 2020 - 00:41:02 WIB pageview 8183 views

Namo tassa bhagavato arahato sammāsambuddhassa (3x)Terpujilah Sang Bhagava, Yang Maha Suci, Yang Telah Mencapai Penerangan Sempurna (3x) Sudah memasuki 3 bulan kita semua mengalami ... [Selengkapnya]

Makna Ceng Beng

access_time31 Maret 2020 - 01:24:28 WIB pageview 8880 views

Mengingat orang yang sudah meninggal itu sebenarnya secara tradisi ada 2 macam kesempatan. Dalam 1 tahun, kesempatan yang pertama adalah Ceng Beng yaitu di bulan April, bahkan kadang-kadang ... [Selengkapnya]

Apakah Social Distancing Melemahkan Keyakinan Kita kepada Dhamma?

access_time31 Maret 2020 - 01:22:05 WIB pageview 8033 views

Dengan keberadaan virus corona yang saat ini merebak di negara Indonesia; pemerintah Indonesia menghimbau kepada masyarakat, kepada warganya untuk melakukan Social Distancing untuk tidak ... [Selengkapnya]

menu SASANA SUBHASITA
menu