Berita / Ceramah

Pohon Kekotoran Batin


Puja Bakti Online
Minggu, 03 May 2020
Vihara Sasana Subhasita
Sharing Dhamma: Rm. Ruby Santamoko
Tema Dhamma: Pohon Kekotoran Batin
Penulis & Editor: Lij Lij


Namo tassa bhagavato arahato sammāsambuddhassa (3x)

"Kiccho manussapatilābho, Kiccham maccana jîvitam. Kiccham saddhammasavanam, Kiccho Buddhānam uppādo"

"Sungguh sulit untuk dapat dilahirkan sebagai manusia, sungguh sulit kehidupan manusia. Sungguh sulit untuk dapat mendengarkan Ajaran Benar, begitu pula, sungguh sulit munculnya seorang Buddha."
- Dhammapada XIV : 182 -

Mengapa Pangeran Siddharta meninggalkan kehidupan duniawi untuk menjadi pertapa dan pada akhirnya dapat mencapai penembusan / penghancuran kilesa – kekotoran batin hingga menjadi Buddha??? Jika pertapa Gautama tidak menghancurkan kekotoran batin dalam dirinya, maka hari ini kita semua tidak akan bisa menerima Ajaran Dhamma Sang Buddha yang begitu indah pada awalnya, indah pada pertengahan, dan indah pada akhirnya. Penghancuran kilesa inilah yang membuat Beliau dikenal sebagai Buddha. Buddha adalah yang tercerahkan, yang telah melihat dan menghancurkan kekotoran batin dalam dirinya.

Apa itu KILESA – kekotoran batin???
Kehidupan kita saat ini di alam manusia, ada laki-laki, ada perempuan; di dalam Abhidhamma dikenal dengan maskulinitas (purisabhāva) dan femininitas (itthibhāva). Dalam menjalankan keseharian hidup, kita didukung oleh pancaindria kita yaitu mata, telinga, hidung, lidah, dan tubuh ditambah satu lagi yaitu batin. Jadi secara Buddhist, manusia memiliki 6 indria.
Kehidupan manusia tidak terlepas dari 6 indria ini (dalam Abhidhamma disebut 6 pintu / 6 dvāra).

5 pintu indria ini memiliki landasan sensitivitas terhadap objek masing-masing.
1. Sensitivitas mata bertemu dengan objek bentuk atau warna
2. Sensitivitas telinga bertemu dengan objek suara
3. Sensitivitas hidung bertemu dengan objek aroma / bau
4. Sensitivitas lidah bertemu dengan objek rasa
5. Sensitivitas tubuh bertemu dengan objek sentuhan
Ketika masing-masing landasan / sensitivitas indria tersebut bertemu dengan objeknya masing-masing mengirim ‘kesan’ ke dalam batin maka timbullah perasaan yang berujung pada suka / tidak suka / netral.
Gara-gara mata melihat maka timbul perasaan; bisa perasaan senang, perasaan tidak senang ataupun biasa-biasa saja (netral). Ketika perasaan-perasaan tersebut muncul maka timbullah kamma / perbuatan. Kalau perasaan senangnya baik berarti timbul kusala kamma – karma baik; tapi kalau perasaan senangnya tidak baik maka timbul akusala kamma – karma buruk. Ternyata perasaan senang itu ada yang baik ada yang tidak baik (dikupas mendalam di Abhidhamma).

5 pancaindria kita selalu terbuka, selalu menangkap objek; bisa objek yang menyenangkan, tidak menyenangkan ataupun netral. Tetapi sebenarnya objek-objek tersebut adalah netral.
Mengapa objek dikatakan netral?
Karena ketika mata ini menangkap objek kemudian timbul kesal, timbul marah, timbul benci adalah bukan karena objeknya; tetapi karena batin kita tidak siap menerima kondisi objek yang tidak sesuai dengan keinginan kita. Objek yang kita lihat tidak sesuai dengan keinginan kita, tidak sesuai dengan kemauan kita sehingga timbulkan perasaan tidak senang; dimana perasaan tidak senang tersebut berakibat timbulnya kamma. Kamma yang telah kita lakukan tersebut pada akhirnya membuat kita terus berada di dalam lingkaran samsara; kamma yang kita hasilkan menjadi kilesa – menjadi kekotoran batin.

Pancaindria hanya dapat mengambil objek ‘saat ini’.
Mata tidak dapat melihat objek masa lalu. Mata tidak dapat melihat objek yang berada di luar jangkauan.
Telinga tidak dapat mendengar suara yang lalu. Telinga tidak dapat mendengar suara yang akan datang. Telinga hanya dapat mendengar suara yang ada dalam kondisi saat ini.
Demikian halnya dengan indria lainnya:
Hidung hanya dapat mencium bau saat ini, tidak bau masa lalu dan masa datang.
Lidah tidak dapat mengecap rasa yang lalu ataupun yang mendatang.
Tubuh hanya merasakan sentuhan saat ini, tidak masa lalu atau masa datang.

Jadi pancaindria kita ini selalu mengambil objek saat ini; dan apabila batin kita dalam keadaan tidak baik / tidak sehat maka ketika pancaindria kita menangkap objek maka timbulkan kemarahan, kebencian, iri hati, dengki dan sebagainya. Kita menyalahkan objeknya; padahal objeknya itu sendiri adalah objek yang netral.

Satu lagi indria kita yang memiliki kehebatan dibanding pancaindria yang sudah disebutkan di atas yaitu batin atau dapat juga disebut pikiran. Pikiran ini dapat mengambil objek masa lalu, masa datang, dan masa sekarang.
Kita dapat membayangkan 20 tahun lalu ketika kita disakiti; kita dapat membayangkan seperti apa dan bagaimana anak-anak kita 10 atau 20 tahun mendatang; bayangkan bagaimana kekuatan pikiran ini dapat mengambil objek masa lalu, masa kini, dan masa akan datang.

Kelima pintu pancaindria ditambah pintu batin (manodvāra) menjadi 6 pintu ini selalu menangkap objek. Dan ketika menangkap objek maka kekotoran batin selalu muncul.
Misalkan ketika mata kita melihat handphone baru, muncul keinginan untuk memiliki, keinginan untuk membeli; ketika keinginan muncul, ada lobha disitu. Lobha adalah bagian dari kekotoran batin.
Bisa bayangkan, semakin banyak kita melihat, semakin banyak kita mendengar, semakin banyak kita mencium, semakin banyak kita mengecap rasa, semakin banyak kita menyentuh; maka semakin banyak pula kilesa-kilesa yang muncul. Bahkan semakin banyak apa yang kita lihat, kita dengar, dan sebagainya terekam dalam pikiran kita yang besar kemungkinan untuk kembali memunculkan kilesa-kilesa setiap kali kita mengingatnya kembali.
Saat ini kita benci kepada si ‘A’, sore nanti, atau lusa, atau bahkan 5 tahun lagi ketika teringat kembali, maka hal itu akan kembali membangkitkan kilesa-kilesa yang baru.
Inilah kondisi kehidupan kita hari ini. Kita selalu memancarkan aura-aura negatif gara-gara melihat, mendengar, mencium, mengecap, menyentuh.
Semakin banyak kita menonton / membaca berita-berita negatif semakin kita menjadi khawatir. Apakah salah mata, salah telinga, salah hitung, salah lidah, atau salah tubuh? Tidak.
Mata memang memiliki fungsi untuk melihat tetapi harus diingat baik-baik bahwa kesadaran mata hanya sekedar melihat. Mendengar hanya sekedar mendengar; mencium hanya sekedar mencium, mengecap hanya sekedar mengecap, menyentuh hanya sekedar menyentuh.

Mengapa disebut Pohon Kekotoran Batin?
Kekotoran batin itu adanya di dalam diri kita. Diri kita ini diibaratkan seperti pohon. Pohon yang masih kecil; mulai dari biji, kemudian tumbuh tunas, terus tumbuh berkembang; semakin tua pohon maka pohon tersebut semakin kokoh, semakin kuat, batangnya semakin besar, daunnya semakin lebat bahkan tumbuh buah.
Jika kita ingin mencabut pohon, lebih mudah mencabut pohon kecil atau pohon besar?
Sudah tentu akan lebih mudah mencabut pohon kecil. Kalau pohon sudah besar tidak akan bisa di cabut, tetapi harus di tebang; mulai dari dahannya, rantingnya, batangnya, baru akarnya.
Bayangkan pohon besar itu adalah kekotoran batin kita. Kalau kita hidup sehari 24 jam dan saat ini kita sudah berusia diatas 30, 40, 50, 60 tahun maka berapa banyak sudah kekotoran batin yang kita hasilkan? Karena itulah pohon kekotoran batin ini terus tumbuh menyebabkan kita memiliki pandangan salah yang membuat kita tidak mau belajar Dhamma, tidak mau melakukan kebajikan, tidak mau melakukan perbuatan-perbuatan baik, tidak mau mendengarkan Dhamma Pariyatti – Patipatti – Pativedha sehingga Pañña tidak muncul.

Di awal tadi ayat Dhammapada mengatakan:

"Kiccho manussapatilābho, Kiccham maccana jîvitam; Kiccham saddhammasavanam, Kiccho buddhānam uppādo"

"Sungguh sulit untuk dapat dilahirkan sebagai manusia, sungguh sulit kehidupan manusia, sungguh sulit untuk dapat mendengarkan Ajaran Benar, begitu pula, sungguh sulit munculnya seorang Buddha."

Kalau saat ini kita sudah terlahir sebagai manusia; tahukah anda bahwa :

Sungguh sulit untuk dapat dilahirkan sebagai manusia.
Dalam Abhidhamma dikatakan bahwa untuk dapat dilahirkan sebagi manusia, kita membutuhkan minimal dana dan sila yang harus dilakukan setiap saat dan harus mengkondisikan pikiran baik saat menjelang kematian. Untuk dapat terlahir menjadi manusia harus berjuang mengalahkan ratusan / ribuan milyar makhluk yang berlomba ingin masuk ke dalam rahim ibu.

Sungguh sulit kehidupan manusia.
Setelah lahir menjadi manusia, kita harus dirawat, dibesarkan, mencari nafkah, berjuang untuk kehidupan; betapa sulitnya kehidupan menjadi manusia. Apalagi saat ini wabah covid sedang melanda dunia dan ini menimbulkan kesulitan tidak hanya pada kesehatan tetapi juga akan berdampak pada perekonomian dan kesejahteraan penduduk dunia.

Sungguh sulit untuk dapat mendengarkan Ajaran Benar – Ajaran Dhamma Sang Buddha.
Umat Buddha di Indonesia begitu banyak. Di Tangerang ini khususnya juga sangat banyak tetapi yang mengikuti ‘Dhamma online’ ini sangat terbatas sekali dengan seribu macam alasan. Padahal mendengarkan Dhamma pada saat yang sesuai adalah berkah utama.

Sungguh sulit munculnya seorang Buddha.
Sangat sulit untuk dapat bertemu dengan Sammasambuddha.
Kita hidup di hampir 2600 tahun setelah Sammasambuddha lahir, tetapi kita masih beruntung masih dapat mendengarkan Dhamma Sang Buddha.

Perlu kita ketahui bahwa ada 10 macam kekotoran batin yaitu:
1. Lobha – keserakahan, ketamakan, keinginan untuk melekat
2. Dosa – kebencian, kemarahan, ketidaksenangan, antipati
3. Moha – kebodohan batin, tidak memiliki pandangan benar
4. Ditthi – pandangan salah menganggap kebaikan sebagai keburukan sehingga kebaikan tersebut tidak kita lakukan, dan sebaliknya keburukan dianggap sebagai kebaikan sehingga terus menerus dilakukan
5. Mana – kesombongan, keangkuhan; termasuk didalamnya:
• meninggikan (superior): membanggakan kekayaan, kepintaran, kehebatan, kelebihan dari yang lain
• merendahkan (inferior): merasa lebih rendah, merasa tidak sebaik orang lain
• menyamakan (setara): menyamakan diri setara dengan yang lain
6. Vicikiccha – keragu-raguan
7. Thina – kemalasan, kelambanan
8. Uddhacca – kegelisahan
9. Ahirika – tidak malu untuk berbuat jahat
10. Anottapa – tidak takut akan akibat perbuatan jahat

Ketika kita ingin menghilangkan pohon kekotoran batin maka ibarat menebang pohon kita harus mulai dari bagian atas yaitu cabang dan ranting pohon yang penuh dengan daun; setelah itu kita tebang batangnya dan pada akhirnya baru mencabut akarnya. Mengapa akarnya harus dicabut? Agar tidak tumbuh lagi.

Dengan demikian cara kita menebang pohon kekotoran batin adalah:
1. VITIKKAMA KILESA – Kekotoran Batin yang Kasar; dilambangkan sebagai cabang / ranting pohon dengan daun yang lebat.
Kekotoran batin yang kasar adalah kekotoran batin yang tampak yang dapat keluar melalui jasmani dan perkataan.
Jenis kekotoran batin ini dapat dilenyapkan dengan menjalankan praktek kemurnian Sila yang disebut Tandanga Pahana.
Praktek kemurnian SILA ini meliputi :
• Ucapan benar: tidak bohong, tidak berucap kasar, tidak berucap mengadu domba, tidak berucap omong kosong.
• Perbuatan benar: tidak membunuh / menyiksa fisik makhluk hidup, tidak mencuri, tidak melakukan penyimpangan seksual.
• Penghidupan benar: memiliki mata pencaharian benar dengan tidak berdagang senjata, budak, racun dan barang yang membuat kecanduan, serta binatang untuk disembelih.

2. PARIYUTTHANA KILESA – Kekotoran Batin yang Sedang; dilambangkan sebagai batang pohon.
Kekotoran batin yang sedang adalah kekotoran batin yang timbulnya hanya dari pikiran saja dan tidak keluar melalui jasmani dan ucapan.
Jenis kekotoran batin ini dapat dilenyapkan dengan Samadhi yang memiliki kekuatan konsentrasi / Jhana yang disebut Vikkhambhana Pahana.
Latihan SAMADHI ini meliputi:
• Daya upaya benar: mengarahkan energi batin dengan cara yang konsisten supaya mencegah timbulnya pikiran buruk yang belum muncul, menghilangkan pikiran buruk yang sudah muncul; memunculkan pikiran baik yang belum muncul dan menyempurnakan pikiran baik yang sudah muncul.
• Perhatian benar: melatih 4 landasan perhatian penuh terhadap tubuh, merenungkan tentang jenis-jenis perasaan yang berbeda-beda, merenungkan fenomena rintangan 6 objek indria, pancakhanda, 4 kebenaran mulia, dan sebagainya.
• Konsentrasi benar: dimana semua faktor-faktor mental yang baik dikembangkan dan diperkuat dengan mengarahkan ke satu objek sampai pencapaian jhana.

3. ANUSAYA KILESA – Kekotoran Batin yang Halus; dilambangkan sebagai akar yang mencengkram kuat di dalam tanah.
Kekotoran batin yang halus, yang tidur dalam batin dan sulit diketahui.
Jenis kekotoran batin ini dapat dilenyapkan dengan Pañña / kebijaksanaan yang disebut Samuccheda Pahana.
Latihan PAÑÑA / kebijaksanaan ini meliputi:
• Pandangan benar: melihat segala sesuatu apa adanya bukan seperti apa yang kita inginkan. Dimulai dengan mengerti apa yang baik dan apa yang buruk, memahami hukum kamma dan akibatnya sehingga mengambil jalan perenungan yang berujung dengan Vipassana sehingga jalan hancurnya kekotoran batin.
• Pikiran benar: pikiran-pikiran yang tidak membahayakan, pikiran tanpa kekejaman, pikiran yang melepaskan kenikmatan seksual.

“Inilah moralitas, inilah konsentrasi, inilah kebijaksanaan; konsentrasi yang dipenuhi oleh moralitas mendatangkan akibat dan keuntungan yang sangat besar; kebijaksanaan yang dipenuhi konsentrasi adalah buah dan keuntungan yang sangat besar; batin yang dipenuhi dengan kebijaksanaan menjadi terbebas sepenuhnya dari kekotoran-kekotoran yakni kotoran-kotoran seksualitas, dari ‘menjadi’, dari pandangan salah dan dari kekotoran batin.” (Digha Nikaya 16)

Inilah 3 Latihan (SILA, SAMADHI, PAÑÑA) untuk menghancurkan kekotoran batin; 3 latihan ini tidak harus berurutan dan sesungguhnya saling melengkapi dan memperkuat satu sama lain. Pada saat moralitas dikembangkan, konsentrasi mendapatkan manfaatnya sehingga memungkinkan seseorang untuk memahami sebagaimana adanya. Pengembangan kebijaksanaan membantu kita mencapai magga (jalan) dan phala (buah).

Demikian yang dapat dituliskan kembali.
Semoga bermanfaat.

Sabbe sattā bhavantu sukhitattā.
Semoga semua makhluk berbahagia.
Sādhu, sādhu, sādhu




Related Postview all

Kamma dan Tumimbal Lahir

access_time13 Mei 2020 - 00:16:08 WIB pageview 11966 views

Namo tassa bhagavato arahato sammāsambuddhassa (3x) "Yâdisam labhate bîjam tâdisam labhate phalam. Kalyânakârî ca kalyânam ... [Selengkapnya]

Makna Ceng Beng

access_time31 Maret 2020 - 01:24:28 WIB pageview 10151 views

Mengingat orang yang sudah meninggal itu sebenarnya secara tradisi ada 2 macam kesempatan. Dalam 1 tahun, kesempatan yang pertama adalah Ceng Beng yaitu di bulan April, bahkan kadang-kadang ... [Selengkapnya]

Apakah Social Distancing Melemahkan Keyakinan Kita kepada Dhamma?

access_time31 Maret 2020 - 01:22:05 WIB pageview 8920 views

Dengan keberadaan virus corona yang saat ini merebak di negara Indonesia; pemerintah Indonesia menghimbau kepada masyarakat, kepada warganya untuk melakukan Social Distancing untuk tidak ... [Selengkapnya]

Menanami Hati Dengan Bunga

access_time22 Maret 2020 - 23:52:28 WIB pageview 9055 views

Hati kita ibarat taman. Seperti layaknya taman ditumbuhi bunga-bunga yang indah, rumput liar dan benalu. Bunga yang indah adalah kualitas hati kita yang baik (seperti: keyakinan kita ... [Selengkapnya]

I am Buddhist

access_time22 Maret 2020 - 19:00:19 WIB pageview 9933 views

Namo tassa bhagavato arahato sammāsambuddhassa (3x) Sudah merasa diri sebagai Buddhis? Ya!I am Buddhist! Saya Buddhist!I am? Saya.Saya itu siapa? Saya itu adalah makhluk hidup yang ... [Selengkapnya]

menu SASANA SUBHASITA
menu