Keindahan Hati
Minggu, 16 February 2020
Vihara Sasana Subhasita
Sharing Dhamma: Harsono Sugianto, SE., CPS & Juniar Yusup, CPS
Tema Dhamma: Keindahan Hati
Penulis & Editor: Lij Lij
Namo tassa bhagavato arahato sammāsambuddhassa (3x)
Tema kali ini adalah Keindahan Hati yang dalam bahasa Inggris disebut Inner Beauty yang kebetulan bertepatan dengan hari kasih sayang.
Sebelum masuk dalam tema keindahan hati, sebagai penyeimbang ada baiknya kita membicarakan sisi keindahan fisik terlebih dahulu.
Mulai dengan faktor-faktor eksternal, Bapak-Ibu, Saudara ketika selesai berdana makan kepada Saṅghā; biasanya akan mendengar Anumodanā Gāthā. Juga pada perayaan khusus di Vihara biasanya YM. Bhikkhu akan menutup dengan: Āyu vaṇṇo sukhaṁ balaṁ.
Atau dalam pergaulan sehari-hari biasanya kita juga dapat mengucapkan 'Āyu vaṇṇo sukhaṁ balaṁ' sebagai ucapan selamat ulang tahun kepada kolega sesama umat Buddha.
Disini menunjukkan bahwa faktor-faktor luar, penampakan luar kita, faktor-faktor fisik masih sangat penting dan sangat dominan dalam hidup kita.
• Āyu berarti usia panjang.
Kita semua menginginkan usia panjang, dan sehat tentunya.
• Vaṇṇo berarti kerupawanan.
Kita menginginkan kecantikan (wanita) atau ketampanan (pria).
• Sukhaṁ berarti kebahagiaan.
Kita ingin selalu bahagia dalam hidup.
• Balaṁ berarti kekayaan atau kekuasaan.
Kita ingin memiliki kekayaan yang cukup dan juga kekuasaan.
Jadi keindahan fisik terkait dengan ke-empat faktor eksternal ini. Dengan melihat penampakan dari luar, kita dapat mengatakan 'wah, orang ini 'outer beauty'-nya bagus dan indah' karena kita melihat dia kaya, dia ganteng / dia cantik, dia terkenal; demikian kita melihat dari faktor eksternal.
Era industrial 4.0 merubah pola interaksi dan persepsi terhadap penampakan fisik. Fenomena yang ditimbulkan adalah ketika media sosial tidak sama dengan realita. Kita sulit untuk dapat melihat 'kebenaran'. Akibat negatif dari perubahan pola interaksi dan persepsi ini diantaranya timbul cyberbullying, hate speech, hacker. Kita cenderung percaya terhadap apa yang kita lihat di medsos; tanpa tahu realita kebenarannya.
Coba kita renungkan, kalau dulu kita ingin membeli sebuah barang tentu kita ingin memegang barang tersebut, melihat dengan teliti fisik barang dan fungsi barang tersebut sebelum memutuskan untuk membeli. Tetapi sekarang? Kita bahkan memutuskan membeli hanya dengan melihat gambar / foto online.
Mengapa kita berani membeli? Hal ini menunjukkan bahwa pola kita berinteraksi dan persepsi / cara kita berpikir sudah berubah. Kita dengan mudah percaya apa yang tampak di medsos, tanpa menyelidiki lagi sebenarnya apa yang ada 'dibelakangnya'. Itulah pola kita berpikir dalam menilai penampakan dari luar sehingga timbul hal-hal seperti hoaks, cyberbullying, hate speech, dan hacker.
Sebuah film berjudul 'Wonder' di tahun 2017 mengisahkan tentang seorang anak buruk rupa yang memiliki keberanian untuk masuk ke dalam suatu kondisi yang tidak mendukung; namun dengan kebaikan hati, persahabatan dan karakter yang baik, yang menjadi kualitas-kualitas pembentuk manusia dan mendorong pada kesempatan yang tepat menuju keagungan.
Kisah ini dituliskan dalam sebuah novel karya Raquel Jaramillo Palacio:
"Courage, Kindness, Friendship, Character. These are the qualities that define us as human beings, and propel us, on occasion, to greatness."
"Keberanian, Kebaikan, Persahabatan dan Karakter, merupakan kualitas-kualitas yang menjadikan kita umat manusia, dan mendorong kita pada kesempatan yang tepat menuju keagungan."
- R.J. Palacio, Wonder -
Guru Agung kita Sang Buddha memiliki kebaikan hati yang mahā-karuṇā, mahā-mettā; dan memiliki tekad yang kokoh, adhiṭṭhāna yang kuat sekali, serta kumpulan pārami selama 4 Asankkheyya-kappa dan 100.000 kappa.
Demikian sesi “Keindahan Fisik” yang disampaikan oleh Rm. Harsono.
Rmi. Yuniar memulai sesi mengenai “Keindahan Hati” demikian;
Kehidupan jaman 'now' seakan menghakimi segala sesuatu dari apa yang tampak dari luar. Semoga kita semua tidak menjadi bagian dari para 'haters' yang mengomentari kehidupan orang dari apa yang tampak dari luar.
Kita semua tentu ingin memiliki kualitas-kualitas seperti yang disebutkan R.J. Palacio. Hidup dengan keberanian, kebaikan hati, karakter mudah bersahabat dimanapun kita berada.
Keindahan hati; tidak se-sederhana kata 'hati'. Secara Buddhis, hati disini mencakup tidak hanya pikiran tetapi juga kondisi-kondisi batin, letupan-letupan pikiran yang muncul dari dalam hati.
Jadi dalam hal ini kita bicara keindahan dari keseluruhan faktor yang ada sebagai seorang manusia yaitu yang terdiri Citta, Cetasika, Rūpa.
CITTA (Kesadaran)
Citta sebagai pikiran yang menyadari objek.
CETASIKA (Faktor-faktor Mental)
Cetasika sebagai kondisi batin berupa letupan-letupan pikiran yang kita simpan di dalam sañña (pencerapan), di dalam vedanā (perasaan).
RŪPA (Materi)
Rūpa sebagai keseluruhan jasmani kita.
Untuk memiliki keindahan hati dibutuhkan suatu proses yaitu:
1. Proses mengenali diri sendiri
Jika bicara tentang mengenal diri, ada 1 point yang dilupakan hampir oleh semua orang. Pernahkah kita bertanya kepada diri sendiri 'siapa saya?' Apakah hanya sekedar nama?
Selama ini kalau kita berbicara siapa saya, maka kita akan menyebutkan nama dan lebih lanjut lagi kita menjelaskan hal-hal yang ada disekeliling kita seperti: nama orangtua kita, alamat rumah kita, status kita, dan hal-hal lain yang terkait dengan kita.
Pernahkah Bapak-Ibu benar-benar mengenal siapa diri anda sebenarnya?
Jika tubuh ini 'dikupas' sebenarnya banyak sekali isinya yang jarang sekali kita perhatikan. Di dalam diri ini ada akar kehidupan yang selalu terbawa selama kita masih berada di dalam saṃsāra ini. Akar itu adalah LDM; Lobha (Keserakahan), Dosa (Kebencian), dan Moha (Kebodohan). Selain LDM, didalam diri kita juga ada akar yang baik yaitu Alobha, Adosa, Amoha. Jadi selain ada akar keburukan, kita juga memiliki akar kebaikan. Kita selalu menginginkan hal yang baik dan kita cenderung menuntut hal yang baik untuk diri kita.
2. Proses menerima dan mencintai diri sendiri
Lalu bagaimana dengan akar buruk LDM yang ada di dalam diri kita? Kita harus terlebih dahulu proses menerima bahwa akar buruk LDM tersebut memang ada di dalam diri kita, bahwa LDM itu adalah punya kita. Jika kita 'menyangkal' bahwa kita memiliki LDM maka kita tidak akan mungkin dapat melepaskan. Bagaimana mungkin melepas sesuatu yang tidak kita miliki?
Dicontohkan oleh Rmi. Yuniar ketika beliau mengikuti retreat meditasi Oktober lalu selama 12 hari; bermula dengan kondisi jasmani dan batin yang sedang tidak fit / tidak dalam kondisi harmonis akibat stress pekerjaan dan aktivitas sehari-hari. Walau selama 4 hari pertama dampak dari ‘kemalasan’ begitu terasa sehinga setiap sesi meditasi pagi dilakukan dengan ‘tidur nyenyak’. Ada rasa kecewa? Sudah berlatih selama 10 tahun mengapa kembali ke kondisi seperti pemula. Kecewa? Ya pasti kecewa; tetapi rasa kecewa itu diajak ‘salaman’ dalam arti diterima sebagai kondisi yang apa adanya. Sampai melalui hari terakhir walaupun ada rasa sakit di bagian tubuh, tetap diterima. Selama 12 hari itu bermeditasi Samatha dengan objek anapanasati; pulang dengan kepuasan dan kebahagiaan. Memang proses selama 12 hari tidak membuat semua masalah menjadi hilang, tetapi kebahagian yang telah diperoleh dari meditasi tersebut tidak tergoyahkan.
Jadi untuk menanamkan, membiasakan, memiliki hati yang indah itu merupakan proses dimana kita perlu mengenali diri kita dalam segala kondisi yaitu ketika Lobha muncul dengan esensinya yang selalu mencari lagi, lagi, dan lagi; dan ketika Lobha tersebut tidak terpuaskan memunculkan Dosa penolakan dengan tidak menerima kondisi yang terjadi. Kemunculan Lobha dan Dosa dalam kehidupan kita sehari-hari tersebut menunjukkan bahwa dalam kehidupan ini hampir semua hal kita lekati. Pada saat kondisi-kondisi luar (yang dilekati) tersebut tidak mendukung dan memunculkan kebencian, kemarahan, irihati, keserakahan adalah hal yang wajar; jadi terima! Karena memang merupakan bagian dari diri kita.
Semua orang pada dasarnya tidak dapat menerima ketika ada orang lain yang mengatakan kritik negatif tentang diri kita. Misalnya: “kamu harus mengurangi keserakahanmu” otomotis kita langsung menyangkal bahwa kita bukan orang yang serakah walaupun sebenarnya hal tersebut adalah benar. Seharusnya kita menerima dan tidak menyangkal bahwa di dalam diri ini memang ada keserakahan yang demikian besar. Pun dalam diri yang memiliki lobha ini juga terdapat Alobha, Adosa, Amoha; juga ada nilai-nilai yang baik. Yang terpenting adalah bagaimana agar nilai-nilai baik Alobha, Adosa, Amoha ini menjadi lebih dominan di dalam diri kita dibandingkan dengan LDMnya.
Setelah mengetahui dan menerima diri; lalu apa langkah selanjutnya untuk berubah? Sederhana sekali, namun banyak dari kita yang tidak terpikir kearah diri sendiri.
Sang Buddha mengajarkan tentang praktek DANA. Mengapa Dana diletakkan di urutan yang pertama? Karena Dana adalah yang paling sederhana dan paling mudah dilakukan. Dana dapat dilakukan dalam 4 bentuk yaitu:
• Amisa Dana – dana materi
• Paricaya Dana – dana tenaga
• Abhaya Dana – dana memaafkan, memberi rasa aman dan nyaman dan menyelamatkan kehidupan
• Dhamma Dana – dana pengetahuan / kebenaran
Mungkin hampir dari kita semua telah pernah ber-dana dalam 4 bentuk dana ini; tetapi pada saat kita sedang berdana ini, apa yang perlu kita pupuk – tujuannya?
Ada yang berdana dengan harapan agar dirinya bertambah sukses, semoga proyek berhasil, semoga selalu sehat, dan lain-lain.
Berdana tetapi memikirkan untung dan rugi, wajarkah? Wajar, TETAPI kita bisa meningkatkan untung-rugi tersebut menjadi berdana dengan TULUS.
Bapak-Ibu yang bekerja untuk menafkahi keluarga; apakah Bapak-Ibu tahu apa yang sudah anda dana kan? Bukan hanya materi, bukan hanya tenaga, tetapi Bapak-Ibu juga sudah melakukan Abhaya Dana yaitu memberikan rasa aman dan nyaman serta menyelamatkan kehidupan sehingga keluarga di rumah menjadi bahagia. Jadi semua faktor dalam kehidupan kita adalah tentang dana.
Jadi dana itu bukan hanya di dalam Vihara, bukan hanya pada saat bertemu dengan para Bhikkhu, tetapi dimanapun di setiap aspek dalam kehidupan kita semua adalah tentang dana. Termasuk mengajak keluarga: anak, istri / suami, orangtua untuk datang ke Vihara; berarti Bapak-Ibu telah mengkondisikan supaya mereka mendapat pengetahuan tentang Dhamma.
Maka dalam hal semua 4 bentuk dana ini, kita semua sudah melakukannya.
Lalu apa yang harus ditingkatkan saat melakukan dana? Dibalik kita melakukan Dana harus disertai dengan 4 Brahmavihāra;
•> Mettā / cinta kasih
•> Karuṇā / welas asih
•> Muditā / simpati
•> Upekkhā / Keseimbangan batin
Orang pertama yang mendapatkan keuntungan dari berdana dengan 4 Brahmavihāra adalah diri sendiri.
Setiap yang kita lakukan dalam 4 bentukan dana yang disertai dengan pengembangan 4 Brahmavihāra pada akhirnya kita akan bahagia dalam menjalani hidup karena kita memiliki rasa ‘Syukur’.
Kebahagiaan terjadi bukan karena kita sudah tidak memiliki masalah apapun. Selama kita masih di dalam saṃsāra masalah pasti selalu akan datang silih berganti. Namun hal tersebut tidak menghalangi kita untuk bahagia jika kita tahu cara untuk ‘bersyukur’ atas segala apapun yang kita miliki dan apapun yang terjadi.
Bahagia bukan karena 100% kehidupan berjalan lancar; melainkan karena dapat men-syukur-i segala kebaikan yang ada dalam diri maupun di sekeliling kita.
Untuk memiliki keindahan hati maka cintailah diri kita sendiri dengan cara mengenal diri secara mendalam sehingga dapat mengembangkan hal-hal positif (alobha, adosa, amoha) dan mengikis hal-hal negatif (lobha, dosa, moha) dalam diri sehingga mendukung kita dalam menjaga moralitas, mengembangkan samadhi, dan memiliki kebijaksanaan.
"If you want to find happiness find gratitude" – Steve Maraboli
'Jika Anda ingin menemukan kebahagiaan, temukan rasa bersyukur'.
Demikian yang dapat didokumentasikan.
Semoga bermanfaat.
Sabbe sattā bhavantu sukhitattā.
Semoga semua makhluk berbahagia.
Sādhu, sādhu, sādhu.
Related Postview all
Bagaimana Meningkatkan Kualitas Hidup Kita
Namo tassa bhagavato arahato sammāsambuddhassa (3x) Attānañce piyaṁ jaññā, rakkheyya naṁ surakkhitaṁ(Dhammapada, Attavagga 157) Apabila seseorang mencintai ... [Selengkapnya]
YM. Bhikkhu Cittanando Mahathera - MĀGHA PŪJĀ 2563 BE / 2020
Namo tassa bhagavato arahato sammāsambuddhassa. (3x) "Khantῑ paramaṁ tapo tῑtikkhā – nibbānaṁ paramaṁ vadanti BuddhāNa hi pabbajito parūpaghātῑ – samaṇo ... [Selengkapnya]
Mengubah Nasib Buruk Menjadi Keberuntungan
YM. Bhikkhu Cittanando Mahathera yang saat ini menjabat sebagai Padesanayaka Banten juga sebagai Ketua Vihara Dhammaratana, mengenalkan kepada kita mengenai masyarakat Buddhist di ... [Selengkapnya]
YM. Bhikkhu Sombat Pavitto Mahathera - Dhammadesana
Namo tassa bhagavato arahato sammāsambuddhassa. (3x) "Sabbapāpassa akaraṇaṁ, kusalassūpasampadā.Sacittapariyodapanaṁ,Etaṁ Buddhāna sāsanaṁ." Sebagai Umat Buddha ... [Selengkapnya]
4 Kebahagiaan Perumah-tangga
Namo tassa bhagavato arahato sammāsambuddhassa (3x) Menjelang Tahun Baru Imlek tentunya para Ibu-Ibu sudah banyak yang membuat ataupun membeli kue-kue untuk persiapan menyambut sanak ... [Selengkapnya]