Berita / Ceramah

Pattidana Vihara Sasana Subhasita 13 April 2019


PATTIDĀNA - 13 April 2019
Vihara Sasana Subhasita
- YM Bhante Tejanando Thera -


Namo tassa bhagavato arahato sammāsambuddhassa. (3x)

Idaṁ vo ñātinaṁ hotu.
Sukhitā hontu ñātayo.

Melakukan upacara Pattidana merupakan kebajikan. Upacara Pattidana adalah upacara pelimpahan jasa kepada para mendiang leluhur / sanak keluarga terdekat maupun kepada semua makhluk menderita dialam rendah.

Mengapa di bulan ini diadakan Pattidana masal?
Agama Buddha sesungguhnya tidak anti tradisi, karena merespon adanya tradisi sembayang Cengbeng / Cingming oleh masyarakat keturunan yang biasanya dilakukan pada 4-5 April.
Cengbeng itu sendiri adalah perayaan bersih-bersih kuburan leluhur.

Tradisi Cengbeng berasal dari Tiongkok cina daratan. Awal cerita tradisi Cengbeng ini bermula dari seorang pemuda desa genius dan berprestasi menjadi mentri. Karena prestasinya, pemuda itu kemudian menjadi pembantu raja dan pada akhirnya dia menjadi raja.
Pemuda yang sudah menjadi Raja ini kemudian ingin pulang ke kampung halamannya untuk menyampaikan bakti kepada kedua orang tuanya. Namun ketika sampai di kampung halamannya, kedua orang tuanya sudah meninggal dan tidak ada yang tau dimana kuburannya.
Memutar otak kemudian Raja memerintahkan agar semua penduduk desa pergi ke kuburan untuk membersihkan kuburan para leluhurnya masing-masing dan meletakan kertas-kertas sembahyang sebagai tanda bahwa mereka sudah melakukan bersih-bersih kuburan.
Setelah para penduduk desa selesai melakukan perintah Raja tersebut, didapatkanlah 2 kuburan yang masih kotor, tidak terawat dan Raja pun membersihkan kedua kuburan tersebut sebagai kuburan orang tua nya dan memberi penghormatan sebagai tanda baktinya kepada kedua orang tuanya. Sejak saat itulah tradisi ini dilakukan setiap tahunnya dan dikenal dengan nama Cengbeng.

Para pengurus Vihara yang jeli, membuat agar momen yang baik ini tidak hilang maka diadakanlah Pattidana masal.
Pengurus Vihara yang cerdas inilah yang memilki ide, yang mengetahui tradisi mengaplikasikannya dalam kegiatan Vihara.

Kata Pattidana sesungguhnya tidak ada di dalam Sutta.
Yang ada di dalam Sutta adalah kata Dakinadinam; atau dalam bahasa Sansekerta 'Dasina' yang artinya melakukan kebajikan atas nama para mendiang / leluhur.

Pattidana sebenarnya tidak hanya dilakukan secara tradisi 1 tahun 3x. Tapi Pattidana dapat dilakukan setiap saat kapan saja.
Misalkan ketika kita berdana makan kepada Bhikkhu, bisa dilakukan Pattidana.
Pattidana sebagai simbol bagaimana kita mengajak mendiang leluhur kita melakukan kebajikan.

Kalimat singkat pelimpahan jasa secaa sederhana dapat dengan mengucapkan:
"Idaṁ vo ñātinaṁ hotu. Sukhitā hontu ñātayo."
"Semoga timbunan jasa ini melimpah pada sanak keluarga. Semoga sanak keluarga berbahagia."

Berbagi jasa kebajikan kepada mendiang sehingga kebajikan yang kita lakukan tidak hanya bermanfaat bagi diri sendiri.
Kebajikan yang kita lakukan dibagikan kepada para leluhur kita yang lahir di alam Dugati.

Alam Dugati terdiri dari 4 alam menyedihkan yaitu Niraya, Tiracchana, Peta, dan Asura.

Hanya makhluk dalam alam 'paradattupajivika peta' saja yang dapat menerima pelimpahan jasa yang kita lakukan.

Mengapa makhluk dapat terlahir dialam peta??
1. Karena keserakahan. Selalu menuruti keinginan yang tidak pernah puas.
2. Karena melanggar Sila terutama sila ke-2 mencuri, mengambil barang orang lain tanpa ijin.
3. Karena kemelekatan. Melekat terhadap masa lalu, terhadap harta kekayaan dan lainnya.

Dijaman Sang Buddha ada Bhikkhu Tissa Thera yang melekat dengan jubahnya sehingga ia terlahir kembali menjadi seekor kutu yang tinggal di dalam lipatan jubah tersebut.

Daripada melakukan hal yang tidak baik, lakukanlah hal baik dan bagikan kepada leluhur kita.

Tirokudda Sutta yang biasanya dibacakan pada upacara pelimpahan jasa berisikan Ajaran Sang Buddha tentang perbuatan baik atas nama para leluhur.

'Karena di sana tidak pernah ada pembajakan, Tidak juga terdapat pengembalaan-ternak apa pun, Sama juga tidak ada perdagangan, Tidak juga pertukaran uang emas:
Makhluk halus sanak-saudara yang telah meninggal itu, Hidup di sana dari pemberian yang diberikan di sini;
Seperti air hujan yang tercurah di bukit, Mengalir turun mencapai lembah yang kosong, Demikianlah pemberian yang diberikan di sini dapat berguna bagi sanak-saudara yang telah meninggal. Seperti dasar-sungai yang bila penuh dapat menampung air yang turun mengisi lautan, Demikian pula pemberian yang diberikan di sini dapat berguna bagi sanak- keluarga yang telah meninggal.

Yang 'mereka' butuhkan adalah kebajikan oleh keluarga yang ada di alam manusia.
Kebajikan kita untuk kebahagiaan para leluhur kita. Dengan berpikiran cerdas kita melimpahkan jasa kebajikan kita kepada para leluhur kira. Perbuatan baik kepada Sangha adalah yang terbaik.

Kita dapat membaca kisah di Petavatthu sehingga kita dapat mengerti secara nalar.
Di jaman Sang Buddha, ketika Raja Bimbisara tidak dapat tidur karena mendengar teriakan-teriakan mengerikan dari dinding kamarnya. Teriakan tersebut adalah teriakan dari leluhurnya dari jaman-jaman Buddha sebelum jaman Buddha Gautama. Para leluhur Raja Bimbisara telah lama tersiksa di alam Dugati yaitu selama 92 kalpa. Mereka sudah menanti lama. Akibat karma buruk yang mereka lakukan di kehidupan lampau dengan meng-korupsi kepunyaan Sangha. Oleh karena perbuatan itulah maka mereka harus tersiksa selama 92 kalpa dan barulah pada jaman Sang Buddha Gautama, mereka dapat terlepas dari deritanya setelah Raja Bimbisara dengan petunjuk Sang Buddha melakukan upacara Pattidana bagi mereka.

Janganlah pernah mengambil milik Sangha / Vihara / Bhikkhu tanpa ijin. Karena akibatnya sangat fatal.

Saat melakukan pelimpahan jasa, kita mengingat dan meng-atasnama-kan kebajikan kepada leluhur.
Pada saat catupacaya (4 kebutuhan pokok) diterima ditangan Bhikkhu, pada saat itulah kebajikan itu sangat membantu para leluhur.

Idaṁ vo ñātinaṁ hotu.
Sukhitā hontu ñātayo.

Sabbe sattā bhavantu sukhitattā.
Semoga semua makhluk berbahagia.
Sādhu sādhu sādhu 

Dirangkum & Ditulis oleh: Lij Lij




Related Postview all

Manajemen Diri Buddhis

access_time22 April 2019 - 00:02:01 WIB pageview 8946 views

Tema "Manajemen Diri Buddhis" ini diambil dari buku terbaru Rm. Toni Yoyo. Pada kesempatan ini hadir bersama dengan Bp. Teguh Taslim. Kutipan Tripitaka berikut ini untuk mengingatkan kita ... [Selengkapnya]

Ceng Beng dari Sudut Dhamma

access_time15 April 2019 - 13:32:19 WIB pageview 9135 views

Mengawali sharing Dhamma pagi ini dengan Dhammagita membuat kita semua menjadi rileks dan bersemangat untuk mendengarkan Dhamma. Dalam syair lagu Avijja tertulis lyric "berbahagia hidup di ... [Selengkapnya]

Menyadari Fenomena Kehidupan

access_time06 April 2019 - 11:36:26 WIB pageview 8704 views

Namo tassa bhagavato arahato sammāsambuddhassa. (3x) Banyak sekali di dalam kehidupan ini, tanpa kita sadari kita melakukan hal-hal yang salah. Kenapa? Karena kita tidak memiliki ... [Selengkapnya]

Revolusi Mental di Era Milenial Ala Buddhis

access_time01 April 2019 - 13:40:27 WIB pageview 8573 views

Host Dr. Drs. Ponijan Liaw, M.Pd., CPS® -Komunikator No. 1 Asia membuka acara talk show bertemakan Revolusi Mental di Era Milenial ala Buddhis dengan mengemukakan teori mengenai ... [Selengkapnya]

Membangun Tekad dan Keyakinan kepada Buddha Dhamma

access_time26 Maret 2019 - 00:37:24 WIB pageview 10458 views

Moderator Rm. Dharmanadi Chandra membuka Dhammatalk yang bertepatan dengan Ulang Tahun Vihara Dharma Ratna yang ke – 27. Dhammatalk yang menghadirkan YM. Bhikkhu Uttamo Mahathera ... [Selengkapnya]

menu SASANA SUBHASITA
menu