Ceng Beng dari Sudut Dhamma
Puja Bakti Umum
Minggu, 7 April 2019
Vihara Sasana Subhasita
Sharing Dhamma: Wenny Lo CHt. CPS®
Tema Dhamma: Ceng Beng dari Sudut Dhamma
Mengawali sharing Dhamma pagi ini dengan Dhammagita membuat kita semua menjadi rileks dan bersemangat untuk mendengarkan Dhamma. Dalam syair lagu Avijja tertulis lyric "berbahagia hidup di dunia tanpa membenci, berbahagia hidup di dunia dengan penuh cinta kasih".
Karena memang kita harus mengerti bahwa hidup di dunia ini ada ujungnya, hidup tidaklah kekal, dan akan berujung kematian.
Kalau kita datang pada saat Ceng Beng harusnya itu mengingatkan kita juga bahwa suatu hari kita juga akan ada ditempat itu 'dikuburan' ataukah 'dilaut' atau di 'guci'.
Ketika orangtua menjelang kematian hendaknya anak-anak (walaupun ada yang berbeda keyakinan) 1 bahasa dalam menciptakan suasana tenang dan kondusif mengantar kepergian orangtua. Walaupun kondisi orangtua dalam keadaan tidak sadar namun secara alam bawah masih dapat mendengar dan terekam. Membacakan Paritta Buddha-Dhamma-Sangha nussati sampai akhir nafas. Boleh menitikkan airmata tetapi tidak menangis berlarut, tidak menyesalinya karena kira sadar bahwa hidup ada batasnya; pasti suatu ketika kita juga akan meninggal; kita semua sedang 'mengantri' untuk meninggal. Tetapi kadang kita lupa, kita sering hidup penuh dengan avijja; keserakahan yang tidak perlu, kebencian yang tidak perlu, dan kebodohan yang tidak perlu.
Dalam Anguttara Nikaya dikatakan bahwa manusia ingin meninggal dengan tenang, ingin terlahir di alam bahagia.
Pertanyaannya: tujuan akhir kita mau kemana? Kita jelas ingin ke nibbana; atau paling tidak dapat terlahir di alam bahagia.
Jika kita ingin terlahir di alam bahagia tetapi dalam kehidupan ini proses dalam kehidupan tidak dilakukan dengan baik, tidak dalam keadaan bahagia maka bagaimana ujungnya kita bisa bahagia? Kalau setiap hari kita melakukan tabungan kemarahan, kebencian, keserakahan bertubi-tubi, saling menyalahkan, penuh kata kasar, gosip; bagaimana kita bisa mencapai alam bahagia? Kita inginkan di alam ini bahagia dan di alam sana bahagia.
CENG BENG adalah ritual tahunan yang biasanya dilakukan oleh keluarga Tionghoa sekitar 4-6 April untuk menghormati leluhur dengan cara berziarah ke makam / berdoa di abu jenazahnya.
Di Tiongkok, perayaan Ceng Beng adalah hari libur nasional dimana masyarakat chinese disana sangat menghormati pelaksanaan Ceng Beng.
MANFAAT CENG BENG
• Mengenang dan menghormati yang meninggal
• Mengingatkan untuk berbakti kepada orangtua / leluhur meskipun mereka sudah tiada
• Menjalin kekerabatan dengan pulang ke daerah masing-masing, mengunjungi dan bersantap bersama
• Generasi penerus diharapkan pula menghormati leluhurnya dalam bentuk menjaga nama baik leluhur dalam sikap dan perilaku keturunannya di masyarakat
Yang paling penting manfaatnya adalah menjaga nama baik keluarga. Menghormat orangtua.
Contoh kegiatan aktifis Singapore bekerjasama dengan pemerintah Singapore dihadiri oleh Menteri, menyelenggarakan acara di lapangan besar untuk mengajarkan kepada anak bagaimana menghormat / ber-namaskara kepada orangtua dikala masih hidup.
Pada saat orangtua masih hidup adalah kesempatan bagi kita sebagai anak untuk menghormat.
YANG DILAKUKAN PADA SAAT CENG BENG
Jika di kuburan:
• Setiap orang berdoa di depan kuburan leluhur.
• Membersihkan pusara dan sekitarnya.
• Menabur bunga di makam.
• Menyajikan aneka makanan, teh, dupa, dan berbagai aksesoris di depan kuburan.
• Menulis / cat ulang nama di papan nisan jika sudah pudar.
Jika di rumah abu:
• Setiap orang berdoa di depan guci abu leluhur
• Membersihkan tempat dan guci abu
• Menyediakan sajian di meja di depan guci abu: makanan, teh, dupa dan berbagai aksesoris.
Jika abu mendiang di larung ke laut:
• Keluarga ke laut memberikan penghormatan / berdoa
Makanan persembahan kepada Almarhum hendaknya dapat didanakan ke orang-orang disekitar kuburan / penjaga kuburan, atau diberikan ke panti sebagai perbuatan baik bagi Almarhum.
Ketika kita melewati kuburan-kuburan lain, kita dapat turut mendoakan makhluk disekitar kuburan agar berbahagia.
Jika dirumah ada altar Almarhum, kita juga dapat melakukan pelimpahan jasa di rumah.
Tidak perlu menunggu saat Ceng Beng saja untuk melimpahkan jasa kebajikan.
Anguttara Nikaya II, 4
Bakti
kepada Samma Sambuddha; Arahat; Ayah; dan Ibu adalah:
> Menimbun benih kebaikan
> Dipuji
> Lahir di alam bahagia
Tidak Berbakti
kepada Samma Sambuddha; Arahat; Ayah; dan Ibu adalah:
> Menimbun benih penderitaan
> Dicela
> Lahir di alam menderita
Ayah dan Ibu adalah ladang yang subur bagi kita untuk berbakti.
Apakah anak-anak kita berbakti kepada orangtua? Sebaliknya apakah kita sebagai orangtua sudah memberikan contoh yang baik agar anak-anak kita bangga dan hormat terhadap tindakan yang sudah kita lakukan?
Biasanya kita menuntut anak-anak menghormati kita, apakah kita sudah memberikan contoh bagi anak-anak? Apakah kita sudah mengajarkan Dhamma kepada anak-anak? Apakah kita sudah menunjukkan kepada anak-anak bahwa kita telah berjalan dalam Dhamma?
Terkadang kita hanya menuntut anak tanpa memberi contoh.
Dalam parenting ada 8 cangkir kebahagiaan (perlu sesi khusus untuk materi ini).
Terkadang anak tidak merasakan kasih sayang yang diberikan orangtua. Kadang semua kebaikan hilang oleh satu keburukan sehingga terjadi ledakkan emosi luar biasa.
Hendaknya sebagai orangtua semakin tua kita menjadi semakin bijak. Tidak membedakan antara anak perempuan dengan anak laki-laki. Kita hendaknya menjaga kesadaran dan kebiasaan baik dari sekarang karena inilah yang akan menjadi karakter kita kala tua nanti.
Salah satu cara untuk menjaga kesadaran adalah dengan meditasi.
Menghormat kepada mertua sama hal nya menghormat kepada orang tua kita. Mertua adalah orangtua kita juga. Menikah adalah sepaket, tidak hanya menerima pasangan tetapi juga menerima orangtua pasangan dan sanak keluarga pasangan. Ber-namaskara kepada orangtua kala orangtua masih hidup.
Beberapa Model Bakti Anak di Masyarakat
• Saat orangtua hidup
• Saat orangtua meninggal
• Saat orangtua hidup dan saat orangtua meninggal
Banyak anak menyesal ketika orangtuanya meninggal.
Kewajiban Anak terhadap Orangtua - Sigalovada Sutta
• Aku akan menyokong mereka
• Aku akan melakukan tugas-tugas kewajibanku terhadap mereka
• Aku akan menjaga baik-baik garis keturunan dan tradisi keluarga
• Aku akan membuat diriku pantas menerima warisan
• Aku akan mengurus persembahyangan kepada sanak keluargaku yang telah meninggal dunia
Banyak orangtua yang takut membagi warisan. Pada saat hidup masih melekat pada harta dikarenakan kemungkinan anak-anaknya tidak memberikan perhatian kepada orangtua.
Anak-anak sekarang pintar secara hardskill - secara ilmu pengetahuan; tetapi generasi muda saat ini kurang memiliki softskill - kemampuan karakter; pengetahuan tentang budi pekerti, pengetahuan tentang sopan santun. Mereka tidak memahami bagaimana karakter yang baik.
Dalam tradisi Theravada, Ceng Beng dikenal dengan Upacara Pattidana.
Pattidana - Dedication of Merits
"Just like water that flows from high ground to low
Even so may our merits freely flow to relief the pain and suffering of beings"
Seperti air yang mengalir dari ketinggian ke tempat yang rendah
demikian pula jasa kebajikan kita mengalir untuk membebaskan kesakitan dan penderitaan para makhluk.
Arti Pattidana
• Melimpahkan kebajikan kepada sanak keluarga yang telah meninggal
• Dengan harapan sanak keluarga yang telah meninggal turut berbahagia atas jasa kebajikan yang telah kita perbuat.
• Sehingga mengkondisikan Karma Baik mereka berbuah / terlahir di alam yang lebih baik (buah turut berbahagia)
Rujukan Pattidana
Memuja yang patut dipuja, itulah berkah utama. (Mangala Sutta)
Salah satu yang patut dipuja: ibu, ayah, nenek, kakek, sanak keluarga dan para leluhur.
Seorang anak yang baik akan mengurus persembahyangan kepada sanak keluarga yang telah meninggal dunia (Sigalovada Sutta)
Tirokuddha Sutta
Di dinding-dinding, di gerbang-gerbang, di persimpangan-persimpangan jalan banyak keluarga kita yang terlahir di alam menderita menunggu kebaikan hati kita. Mereka menanti pelimpahan jasa kita dengan penuh kesedihan. Ketika sanak keluarganya berpesta pora dan menikmati kebahagiaan, tidak ada satu pun di antara mereka yang diingat. Padahal di sana tidak ada perdagangan, tidak ada warung dan restoran. Lalu bagaimana caranya kita menolong mereka? Kita bisa menolong mereka dengan melakukan kebaikan, dan melimpahkan jasanya kepada mereka.
Cara melakukan Pattidana
• Mengucapkan : “Idaṁ vo ñātinaṁ hotu .. Sukhitā hontu ñātayo” …(3x)” setelah berbuat baik
• Artinya: Semoga timbunan jasa ini melimpah pada sanak keluarga. Semoga sanak keluarga berbahagia
• Bisa juga disertai penuangan air ke dalam mangkok / gelas (simbol kebajikan yang mengalir bagaikan air)
Manfaat melakukan Pattidana
Menciptakan karma baik baru, karena saat Pattidana kita:
• Memunculkan pikiran yang welas asih
• Melakukan persembahan dana
• Membantu karma baik sanak keluarga ikut berbuah
Q & A:
Q: Apakah pelaksanaan Pattidana dengan paket-paket berbeda nilai misal paket karuna, paket metta, atau sukarela akan ada perbedaan nilainya??
A: Jangan melihat dari segi materi tapi utamakan perbuatan baik yang diberikan. Selama ini banyak yang melihat materi. Bukanlah karena materi yang banyak yang menjadi paling baik; tetapi adalah bagaimana cara kita betul-betul penuh keyakinan, pikiran baik yang penuh kebahagiaan, serta kerelaan saat berdana.
Kekayaan batin lebih bernilai daripada kekayaan materi. Batin yang baik, batin yang penuh ketulusan dan kebahagiaan pada saat berdana. Bukan kesombongan, keakuan dan keserakahan yang ditonjolkan; melainkan kerelaan dari sisi berdana.
Q: Bgmn jika anak tidak bisa merasakan kasih sayang yang diberikan orangtua?
A: Adalah bagaimana 8 cangkir kebahagiaan itu diisi; mungkin mengisi kita hanya mengisi penuh 1 cangkir tapi mengabaikan 7 cangkir lainnya. Mungkin kita berusaha memberikan cinta ; sementara ada 1 hal lain tidak kita penuhi.
Misalnya kita memberi hadiah kepada anak, tetapi belum tentu anak dapat menerima itu. Anak membutuhkan perhatian, kata-kata kasih, sentuhan, hadiah, quality time, junjungan, dan kebijaksanaan.
Q: Kesempatan untuk memberikan Anumodana kepada pemberi dana biasanya diberikan kepada donatur terbesar; bagaimana sebaiknya sikap pengurus Vihara?
A: Kesempatan Anumodana tidak harus diberikan kepada donatur terbesar, tidak harus ada tempat-tempat khusus disediakan bagi mereka yang berdana besar. Berikanlah kesempatan ber-Anumodana kepada para umat yang duduk di depan misalnya yang telah hadir lebih dahulu siapapun orangnya. Berdana dengan menyebutkan / menuliskan nama boleh-boleh saja bukan berarti untuk kesombongan tapi sebagai penyemangat untuk terus berbuat baik dan memotivasi orang lain untuk turut berbuat baik.
Demikian yang dapat didokumentasikan.
Mohon maaf jika ada kesalahan pendengaran dan pemahaman.
Semoga bermanfaat bagi kita semua.
Sabbe sattā bhavantu sukhitattā
Semoga semua makhluk berbahagia
Sādhu, sādhu, sādhu
Dirangkum & Ditulis oleh: Lij Lij
Related Postview all
Menyadari Fenomena Kehidupan
Namo tassa bhagavato arahato sammāsambuddhassa. (3x) Banyak sekali di dalam kehidupan ini, tanpa kita sadari kita melakukan hal-hal yang salah. Kenapa? Karena kita tidak memiliki ... [Selengkapnya]
Revolusi Mental di Era Milenial Ala Buddhis
Host Dr. Drs. Ponijan Liaw, M.Pd., CPS® -Komunikator No. 1 Asia membuka acara talk show bertemakan Revolusi Mental di Era Milenial ala Buddhis dengan mengemukakan teori mengenai ... [Selengkapnya]
Membangun Tekad dan Keyakinan kepada Buddha Dhamma
Moderator Rm. Dharmanadi Chandra membuka Dhammatalk yang bertepatan dengan Ulang Tahun Vihara Dharma Ratna yang ke – 27. Dhammatalk yang menghadirkan YM. Bhikkhu Uttamo Mahathera ... [Selengkapnya]
Berkah Kehidupan
Namo tassa bhagavato arahato sammāsambuddhassa. (3x)Dhammacāri sukham seti. Seseorang yang hidup sesuai dengan Dhamma akan hidup berbahagia.Merenungkan kembali keberkahan hidup. Jika ... [Selengkapnya]
Change Your Mind, Change Your Health
Pembicara kali ini adalah seorang praktisi Family Hypnotherapist yang selama 6 tahun terakhir ini banyak diundang untuk sharing di Vihara-Vihara. Juga berprofesi sebagai Dosen di beberapa ... [Selengkapnya]